Limbah Elektronik Ancam Keselamatan Anak-anak di Makassar

Save the Children menyebutkan total potensi limbah elektronik di Kota Makassar mencapai 5.651,2 ton per tahun.

Proses pengumpulan sampah di TPA Makassar/Istimewa

Makassar, bollo.idSampah elektronik adalah jenis sampah berbahaya dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Di Kota Makassar potensi limbah elektronik sangat besar, sehingga dibutuhkan izin khusus dalam penanganannya. 

Chief Advocay, Campaign, Communication, dan Media – Save the Children Indonesia, Troy Pantouw mengatakan limbah elektronik berpotensi menjadi sampah terbanyak kedua setelah limbah plastik dan tekstil. Dan limbah elektronik akan menjadi polusi serta menghasilkan emisi jika tidak dikelola dengan baik. Sampah ini berisiko mengganggu kesehatan masyarakat, termasuk anak-anak.

“Ini terjadi secara global, termasuk di Makassar,” ucap Troy dalam keterangan persnya, Kamis 16 Februari 2023.

Hasil riset Save the Children menyebutkan total potensi limbah elektronik di Kota Makassar mencapai 5.651,2 ton per tahun. Tiga kecamatan di antaranya memiliki limbah elektronik terbesar yakni Kecamatan Makassar, Mamajang, dan Mariso. 


Baca juga: 20 Ribu Anak Indonesia Kena Dampak Darurat Iklim dan Kemiskinan


Persentase jenis limbah pun beragam meliputi televisi sebesar 100 persen, ponsel 99,7 persen, kipas dan setrika masing-masing 93,2 persen, penanak nasi 88,7 persen, kulkas 89,2 persen, laptop 76,4 persen, serta AC 49,5 persen. Masyarakat di Makassar mengelola limbah elektronik dengan cara 40 persen disimpan, 33 persen dijual, 20 persen diperbaiki, 4 persen dibuang, dan hanya 3 persen yang didaur ulang. 

Limbah elektronik ini masuk kategori limbah berbahaya dan membutuhkan izin khusus untuk menanganinya, itu sesuai dengan ketentuan peraturan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Save the Children menyebutkan total potensi limbah elektronik di Kota Makassar mencapai 5.651,2 ton per tahun.
Limbah elektronik/Istimewa

Di Kota Makassar, lanjut dia, tidak hanya pemulung dewasa tetapi juga terdapat dua ratus pemulung anak-anak berusia antara 6-17 tahun. Mereka terlibat dalam proses pemilahan yang tidak aman seperti membakar plastik secara terbuka. Padahal cara ini tidak aman, apalagi diperparah dengan tidak dilengkapinya peralatan keselamatan yang tepat, sehingga dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan.

“Faktor ekonomi menjadi alasan utama orang tua memaksa anak-anak mereka bekerja sebagai pemulung,” ucap dia. 

Selain itu, riset limbah elektronik dan ekonomi berkelanjutan juga menyebutkan bahwa sektor elektronik sirkular atau daur ulang sampah elektronik dapat menciptakan 75.000 pekerjaan yang laik dan ramah lingkungan pada Tahun 2030. 

Di mana 91 persen berpotensi dikelola oleh perempuan dan berkontribusi pada transisi hijau yang lebih inklusif. Ada harapan dari pengelolaan limbah elektronik, terutama dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berkontribusi pada masa depan ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan.

“Saya tidak ingin menjadi pemulung, tetapi ibu memaksa kami untuk bekerja agar mendapatkan uang untuk sehari-hari. Saya ikut kakak mengumpulkan sampah. Saya berharap kita semua bisa bermain dan bersekolah secara normal seperti anak-anak lain,” kata Santi, 13 tahun. 

Sementara, Pelaksana tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar, Ferdi Mochtar berharap dilibatkan dalam proses pembangunan sistem manajemen pengelolaan limbah elektronik yang lebih aman dan baik. 

“Kami berharap limbah elektronik lebih aman, baik pada manusianya dan juga lingkungannya,” ujar Ferdi.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

Skip to content