Makassar – Bollo.id — Maret 2023 lalu, korban dihubungi oleh FA, seorang polisi yang juga mantan pacarnya saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. FA mengajak korban bertemu.
“Dia tiba-tiba ada di dekat lokasi saya.”
Kepada korban, FA berdalih ingin menjemput korban untuk pergi bersama ke acara reuni alumni sekolah.
Korban semula tidak menaruh curiga dan meminta FA menunggu di depan kamar. “Ternyata dia menyusul membuka pintu, tiba-tiba ingin memeluk, mencium dan sebagainya.”
Korban melawan, tetapi “dia tetap mengejar saya dan mendorong saya ke tembok, dan memegang tangan saya, sampai akhirnya saya tidak berdaya.”
Tetapi, perlakuan FA tidak berhenti. FA berulang kali memperkosa dan mengancam korban.
Pada korban, FA mengancam jika tak menuruti maunya, maka video syur milik korban yang direkam secara diam-diam oleh FA akan dia sebar. Korban takut.
“Terus dia kasih minum saya obat yang dia sebut pil aborsi.”
Pada Juni 2023 lalu, korban akhirnya melapor ke polisi. Namun sampai saat ini tidak ada kelanjutan dari laporannya.
“Saya sudah tempuh proses hukum dibantu LBH di Jakarta, saya juga sempat mau buat laporan baru karena saya kira laporan saya di PPA (Polda Sulsel) di SP3, karena tidak ada progresnya,” kata korban.
Baca juga: Kakak-Adik di Baubau Diperkosa, Polisi Dinilai Salah Menetapkan Tersangka
FA dipecat jadi anggota Polri
Perjuangan korban akhirnya mendapat setitik cerah. FA, akhirnya dipecat dari kepolisian. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) itu dilakukan oleh Profesi dan pengamanan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Propam Polda Sulsel).
Saat sidang, Kepala Bidang Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Zulham berlaku sebagai ketua majelis, duduk di hadapan Bripda FA dengan mengenakan pakaian dinas lengkap.
“Jadi ada dua putusan. Sanksi etika itu perbuatan tercela. Kemudian bersifat administratif PTDH dan penempatan khusus selama 30 hari,” kata Zulham, 24 Oktober 2023.
Zulham bilang, FA dijatuhi sanksi sebab “tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kasus tersebut.”
“Kemudian pada saat persidangan,” tambah Zulham. “Kita melihat yang bersangkutan tidak ada etikat, [seperti] meminta maaf kepada korban dan keluarganya. Kita kasih peluang, tapi tidak diambil.”
Dalam sidang itu, anggota polri yang terbukti melakukan pelanggaran diancam dengan Pasal 13 ayat 1 PP ayat 1 tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri.
Propam Polda Sulawesi Selatan juga menerapkan Pasal 5 ayat 1 PP nomor 7 tahun 2022 tentang etika kelembagaan. Di situ berbunyi: “setiap pejabat polri wajib menjaga citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan polri.”
“Kemudian kami terapkan juga Pasal 8 huruf c angka 1 dan 2 tentang PP Polri nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi polri,” kata Zulham.
“Selanjutnya Pasal 13 PP nomor 7 tahun 2022 yang berbunyi setiap pejabat polri dalam etika kepribadian dilarang melakukan perzinaan dan atau perselingkuhan.”