Ilustrasi: Photo by Camylla Battani on Unsplash
Ilustrasi: Photo by Camylla Battani on Unsplash

Melihat Angka Kematian Ibu di Indonesia

Penurunan angka ini masih jauh dari target utama Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia dalam menekan angka kematian ibu dan anak, yakni 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.

Fokus adalah rubrik explains dari Bollo.id.


Debat terakhir antara kandidat presiden pada Minggu, 4 Februari 2024 lalu, menyinggung sejumlah isu krusial di Indonesia, termasuk kesehatan. 

Pada sesi tanya jawab, Prabowo Subianto, salah satu Calon Presiden 2024 menyebut persoalan kesehatan perempuan, termasuk bagaimana Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Menurut Prabowo, Indonesia masuk dalam daftar sepuluh negara dengan tingginya tingkat kematian ibu.

Lantas, bagaimana Angka Kematian Ibu di Indonesia?

Mother Mortality Ratio (MMR) atau disebut Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat yang menyajikan jumlah kematian perempuan yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, hingga pascapersalinan dalam suatu periode waktu tertentu.

Angka kematian ibu mengukur jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Ukuran ini tidak lepas dari Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR), yakni banyaknya kematian bayi usia di bawah 1 tahun (0-11 bulan) per 1000 kelahiran hidup.

Menurut The World Factbook yang diterbitkan oleh Central Intelligence Agency, Indonesia menempati urutan ke-52 dari 186 negara dengan angka kematian ibu sebesar 173 per 100.000 kelahiran hidup–tidak termasuk sebab-sebab kecelakaan atau insidentil.

Sementara, menurut data World Health Organization (WHO) dalam Laporan Maternal Mortality, Level and Trends 2000-2020, mencatat pada 2020 Indonesia berada di urutan ke-4 di wilayah Asia Tenggara, dengan angka kematian ibu sebesar 172 per 100.000 kelahiran hidup. Urutan negara dengan angka kematian ibu tertinggi pertama, kedua dan ketiga, masing-masing ditempati oleh Kamboja, Timor Leste, dan Myanmar.

Berdasarkan Laporan Maternal Mortality, Level and Trends 2000-2020, dalam rentang lima tahun (2016-2020), jumlah angka kematian ibu di Indonesia mengalami fluktuasi yang cukup signifikan dan cenderung relatif besar.

Menurut data Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, pada tahun 2018, angka kematian ibu mencapai 4.226 dan mengalami penurunan pada tahun 2019 menjadi 4.221 per 100.000 kelahiran hidup.

Namun, pada tahun 2020, angka kematian ibu mengalami kenaikan sebesar 9,6 persen menjadi 4.627. Kemudian, pada tahun 2021, angka kematian ibu meningkat drastis sebesar 59.6 persen mencapai 7.389 akibat penularan Covid-19.

Sementara itu, menurut Kementerian Kesehatan melalui Maternal Perinatal Death Notification (MPDN), angka kematian ibu pada tahun 2022 mencapai 4.005 dan tahun 2023 meningkat menjadi 4.129 per 100.000 kelahiran hidup. 

Menurut data terbaru Long Form SP2020 di tingkat provinsi, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 189 per 100.000 kelahiran hidup. Papua Barat menjadi provinsi dengan angka kematian ibu terbanyak dengan jumlah mencapai 565 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara, di Sulawesi Selatan, angka kematian ibu mencapai 192 per 100.000 kelahiran hidup.

Sentuh batang pada infografis untuk melihat data

Jumlah angka kematian ibu juga mempengaruhi besarnya angka kematian bayi. Menurut BPS, dalam kurun waktu (1971-2022), angka kematian bayi di Indonesia mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi dari 26 kematian per 1.000 kelahiran hidup menurun menjadi 16,85 per 1.000 kelahiran hidup. 

Hasil Long Form SP2020 menunjukkan bahwa angka kematian bayi tertinggi berada di Papua, mencapai 38,17 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Sementara, di Sulawesi Selatan, mencapai 18,20 kematian per 1.000 kelahiran hidup.

Namun, penurunan angka ini masih jauh dari target utama Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia dalam menekan angka kematian ibu dan anak, yakni 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.

Sentuh batang pada infografis untuk melihat data

Dalam Factsheets 2023, WHO menjabarkan penyebab utama kematian ibu yaitu komplikasi yang terjadi selama dan pasca kehamilan, dengan sekitar 75 persen disebabkan oleh perdarahan, infeksi, tekanan darah tinggi selama kehamilan, komplikasi persalinan, dan aborsi yang tidak aman.

Kesenjangan dalam mengakses pelayanan kesehatan berkualitas serta ketidaksetaraan antar negara mencerminkan tingginya kematian ibu di beberapa wilayah. Situasi kemanusiaan, konflik, dan pasca konflik juga menjadi hambatan dalam mengurangi angka kematian ibu. Perempuan di negara-negara dengan pendapatan rendah memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara- negara berpendapatan tinggi.

Di Indonesia, Gde Suardana, dokter di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita bilang ada dua faktor utama meningkatnya angka kematian ibu, yakni terlambatnya diagnosis dan rujukan ke fasilitas kesehatan yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai.

“Terlambat menegakkan diagnosis itu menyebabkan dia (ibu hamil) datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi yang, istilahnya, kurang baik kondisinya,” jelasnya.

Dalam mengatasi itu, Kemenkes menetapkan bahwa pemeriksaan ibu hamil atau antenatal care (ANC) harus dilakukan minimal 6 kali selama 9 bulan kehamilan.

Untuk mewujudkan itu, Kemenkes secara bertahap akan memenuhi kebutuhan USG di seluruh puskesmas di Indonesia. dengan target memenuhi kebutuhan 10.321 USG di 10.321 jumlah puskesmas pada tahun 2024.

Sampai akhir tahun 2022, sekitar 66,7 persen puskesmas atau 6.886 puskesmas telah memiliki USG, dan 42 persen puskesmas atau 4.392 Puskesmas telah melatih dokter untuk melakukan pemeriksaan tersebut.


A. Nur Ismi

A. Nur Ismi pernah menerima Fellowship Story Grant dari Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan menulis tentang pemenuhan hak pendidikan bagi anak pengungsi. Saat ini, A. Nur Ismi adalah jurnalis Bollo.id

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Fokus

Skip to content