Bollo.id — Kekerasan terhadap mahasiswa kembali terjadi di dalam lingkup kampus. Kali ini kekerasan tersebut dialami oleh mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) saat menyampaikan aspirasinya di lantai 3, Menara Phinisi UNM pada Senin, 8 Juli 2024.
Video kekerasan tersebut diunggah oleh Aliansi Mahasiswa UNM di akun Instagram @unmaliansimahasiswa pada 9 Juli 2024. Cuplikan rekaman memperlihatkan sikap antikritik yang oleh pihak pejabat di kampus UNM.
Mahasiswa yang memprotes sempat ditarik hingga didorong oleh pejabat internal kampus. Peristiwa itu juga menjadi tontonan mereka yang tengah beraktivitas di Menara Phinisi. Merujuk dalam siaran pers yang diterima Bollo.id, mahasiswa tersebut berasal dari jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).
Ia bersama Aliansi Mahasiswa UNM mencoba menyampaikan aspirasinya yang berkaitan dengan aturan kampus UNM, seperti kewajiban membeli jas almamater, Kursus Mahir Dasar (KMD) Pramuka di PGSD UNM, SK Peninjauan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Iuran Pengembangan Institusi (IPI), dan website pendaftaran ulang mahasiswa baru yang error.
“Awalnya kami sudah naik ke kantornya (rektor) di lantai 7, akan tetapi dia tidak ada di sana. Saat bertanya ke stafsus (staf khusus) rektor, mereka menyampaikan kalau rektor lagi ada acara di lantai 3. Karena sudah lama menunggu dan tidak ada kepastian, makanya kami langsung turun untuk menunggu di lantai 3,” ujar mahasiswa yang menjadi korban.
Berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Negeri Makassar Nomor 737.UN36/HK/2024 tentang Penetapan Tarif Atribut Mahasiswa Baru (Jas Almamater dan Dasi) Universitas Negeri Makassar Periode 2024-2028 dengan mematok harga almamater senilai Rp175.000 dan dasi senilai Rp75.000.
Baca juga:
- Penangkapan dan Kekerasan Puluhan Mahasiswa UNM: KERABAT Tuntut Kepolisian Evaluasi Personelnya
- Penangkapan dan Kekerasan Puluhan Mahasiswa UNM Buntut Aksi Pembakaran Ban dari Massa Tak Dikenal
- Kekerasan demi Kekerasan: Potret Klise Kepolisian Tangani Demonstrasi
Inilah yang menjadi permasalahan mahasiswa UNM saat ini. Sebabnya, birokrasi mengklaim tidak mewajibkan pembelian almamater, tetapi faktanya malah berlaku sebaliknya. Setiap mahasiswa yang ingin meregistrasi Nomor Induk Mahasiswa (NIM), wajib memperlihatkan slip pembayaran almamater.
Dari siaran pers yang diterima, mahasiswa sempat menemui rektor UNM, Karta Jayadi. Tetapi Karta malah mempertontonkan sikap arogansi dan tidak menerima protes mahasiswa. Mereka dibentak lalu didorong bahkan salah seorang mahasiswa dimintai Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Ia lalu dituduh sebagai calo dan provokator.
“Mereka tidak percaya kalau saya mahasiswa, jadi rektor minta KTM (Kartu Tanda Mahasiswa). Saya perlihatkanlah KTM lalu ditanya “dari jurusan mana?” Setelah menjawab PGSD, barulah kejadian seperti dalam video yang beredar terjadi,” jelas mahasiswa PGSD ini.
Masih dari siaran pers itu, sebelum memberikan KTM, Karta sempat menerima dokumen yang hendak diberikan mahasiswa korban. Kemudian memaksa mahasiswa ini untuk pulang, tetapi beberapa mahasiswa lain dibawa ke ruang rektor untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
“Jujur saya bingung mengapa kami diperlakukan seperti itu. Padahal kami hanya menyampaikan beberapa hal secara baik-baik ke pak rektor,” salah seorang mahasiswa jurusan PGSD, menambahkan keterangannya.
Insiden ini tentu saja mencerminkan etika buruk yang di”haram”kan terjadi di lingkungan akademik. Terlebih pelakunya adalah seorang pimpinan kampus yang mempunyai kewajiban dalam mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan patuh terhadap mandat Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM).
Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) LBH Makassar, Muhammad Ansar, turut bersuara bahwa sikap dan tindakan kekerasan birokrasi kampus UNM terhadap mahasiswa yang sedang berunjukrasa bertentangan dengan nilai–nilai demokrasi dan HAM.
Menurut Ansar, peristiwa ini merupakan gejala gagalnya kampus menjadi institusi pendidikan. Kampus seharusnya mengedepankan dialog terbuka, bukan justru menampilkan kekerasan. “Ini sangat berbahaya dan memalukan, karena itu tidak boleh ditolerir,” tegas Ansar.
Ansar juga menuturkan bahwa di tengah situasi negara yang saat ini cenderung antidemokrasi dan anti-HAM, kampus-kampus, sesuai mandatnya, mestinya menjadi benteng untuk mengkanalisasi, menciptakan dan menjunjung tinggi serta memproduksi nilai-nilai demokrasi dan HAM. “Khususnya di internal kampus itu sendiri.”
Dukung kami
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Jurnalis Bollo.id, berupaya mengkonfirmasi pihak UNM terkait kejadian itu. Namun pejabat rektorat enggan berspekulasi. “Maaf ndik gak tau persis yang pasti bapak rektor sudah memberikan penjelasan di media,” singkat Humas UNM, Burhanuddin, saat dimintai keterangan.
Kepada jurnalis, Rektor UNM, Karta Jayadi telah memberikan keterangan soal ribut-ribut di kampusnya. “Yang saya tahu, maba antre untuk membeli jaket almamater, tiba-tiba ada orang yang memprovokasi untuk tidak perlu beli jaket. Ambil saja jaket yang pernah dipakai senior atau keluarganya,” katanya dilansir dari iNews.id.
“Saya kira semua mahasiswa harus punya jaket almamater, kecuali sudah selesai, ya sudah usang juga itu jaket. Dia tidak boleh melakukan hal itu di tengah antrean yang secara sukarela dan senang hati menunggu giliran di loket,” Karta Jayadi menyudahi.
Editor: Sahrul Ramadan