Ilustrasi bukti karst Maros-Pangkep/kemdikbud.go.id
Ilustrasi bukti karst Maros-Pangkep/kemdikbud.go.id

Menggali Pengetahuan Lokal Bulu Kamase dan Sumber Alamnya untuk Warga

Beberapa kelompok masyarakat masih melaksanakan ritual setiap tahunnya di mata air yang ada di bawah Bulu Kamase sebagai wujud syukur

Bollo.id — Karst, hamparan gugusan batu gamping yang tersusun sedemikian rupa, membentuk suatu benda ataupun menyerupai hewan. Karst juga dikenal sebagai batuan kapur. Masyarakat menganggapnya sebagai bahan baku untuk dijadikan semen ataupun marmer, seperti apa yang selama ini dilihatnya. 

Karst tidak lagi dilihat sebagai potensi yang memiliki nilai historis di dalamnya. Banyak cerita-cerita masa lampau yang bersentuhan dengan karst. Mulai dari temuan lukisan tertua di dunia, tempat ditemukannya jenis-jenis kerang atau bahkan tempat persembunyian orang-orang tua dulu pada saat masih zaman pemberontakan.

Salah satunya di Bulu Kamase, letaknya berada di perbatasan Dusun Bungaeja dan juga Pajjaiang Desa Tukamasea, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Di bawah Bulu Kamase ini, juga terdapat sumber mata air Pannampu. 

Oleh pemerintah setempat, mata air Pannampu ini dibendung untuk dijadikan sumber air bagi pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan juga pertanian. Pemuda setempat pun pernah mempromosikan tempat ini sebagai tempat wisata.

Tidak hanya itu, pemanfaatan karst di Bulu Kamase juga pernah dijadikan tempat persembunyian saat masa pemberontakan pasukan Gurella atau gerilya. Bentukan ceruk ataupun gua yang ada di karst menjadi salah satu opsi untuk menyelamatkan diri. Karena di tempat ini dirasa dapat memberikan keamanan.

Saya pernah mengunjungi tempat tersebut, untuk menuju ke gua tempat persembunyian warga. Saya harus memanjat batuan karst dan dibantu dengan batang-batang pohon yang tumbuh di sana. Di dalamnya terdapat obor atau bahasa lokalnya sulo. 


Baca juga artikel lainnya tentang Bungaeja:


Obor ini kemudian dijadikan alat penerangan. Saya menelusuri lebih dalam lagi, terdapat bambu runcing yang tersandar di dinding gua. Saya tidak bisa melihat jelas bentuknya saat itu. Berapa panjangnya dan ada berapa totalnya.

Karena kondisi saat itu tidaklah memungkinkan sebab pencahayaan yang sangat minim. Menurut keterangan orang tua setempat, obor dan bambu runcing itu digunakan untuk mempertahankan diri, jika ada musuh atau pengganggu lainnya.

Ada yang menarik dari tempat persembunyian tersebut. Yaitu gunung yang ditempati bersembunyi. Kata orang gunung hanya tempat persembunyian saja, tapi disisi lain ada nama unik yang diberikan yaitu Bulu Kamase. Jika diterjemahkan dari bahasa Bugis ke bahasa Indonesia berarti Gunung Kasihan.

Awalnya saya menganggap gunung ini hanya tempat persembunyian orang terdahulu. Ternyata ada seorang yang dikenal sebagai orang yang memberikan penamaan Bulu Kamase. Orang tersebut dijuluki Petta Cella. 

Petta Cella sendiri diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah bangsawasan yang sangat ditakuti karna jiwanya yang seperti ulama terdahulu dan dari Cella berarti merah.

Ada beberapa tokoh di dalam pemberian nama Bulu Kamase tetapi Petta Cella yang pertama kali berkunjung ke gunung karst ini dan melihat kondisi gunung ini yang begitu tidak ditemui kehidupan.

Tidak ada satupun flora dan fauna yang hidup di gunung tersebut pada saat itu, makanya Petta Cella memberinya nama Bulu Kamase atau gunung yang kasihan. Tapi dalam pertemuan Petta Cella dan kawannya pada saat itu ada perkataan yang disisipkan yaitu “kapan gunung ini ditumbuhi pepohonan dan dan dihuni hewan yang ada maka gunung ini akan membawa kesejahteraan”.


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Atau dengan kata lain akan ada air di dalam yang akan menghidupi masyarakat kampung, meskipun dalam gelar kamase atau kasihan tetapi dia tetap anugrah yang baik dari Tuhan.

Menurut masyarakat setempat, awal penamaan Desa Tukamasea bisa jadi akar katanya diambil dari kamase pada sebutan Bulu Kamase. Tukamasea sendiri jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia Tu berarti orang sedangkan Kamasea berarti dikasihani atau diberkahi. 

Jadi bisa dikaitkan bahwa Tukamasea adalah orang yang dikasihani atau diberkahi oleh Tuhan. Sampai saat ini, beberapa kelompok masyarakat masih melakukan ritual setiap tahunnya di mata air yang ada di bawah Bulu Kamase ini, di Pannampu. 

Hal ini dilakukan sebagai wujud syukur sekaligus terima kasih pada alam atas apa yang telah diberikan sehingga masyarakat dan masing-masing keluarga di lokasi setempat masih bisa beranak pinak sampai sekarang.


Editor: Sahrul Ramadan


Khaliq Arbiansah

Anggota Komunitas Sahabat Alam (Kosalam)
https://kosalam.org/

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Warga Bercerita

Skip to content