Briptu S/YLBHI-LBH Makassar
Briptu S/YLBHI-LBH Makassar

Babak Baru Kasus Pelecehan di Rutan Polda Sulsel: ‘Pelaku Hanya Dikasih Sanksi Ringan’

Dengan putusan ini, kata korban, pelaku tidak mungkin tidak akan seenaknya melecehkan tahanan lain, jika tidak diberi efek jerah. “Dan mungkin saja akan ada korban lain,” kata korban. 

Makassar – Bollo.id — “Rasanya tidak adil. Kalau pelaku hanya dikasih sanksi ringan.”

Demikian ungkapan kekecewaan korban setelah mengetahui sanksi yang diterima Briptu S, terduga pelaku pelecehan seksual terhadap dirinya, di Rumah Tahanan Perempuan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Bollo.id, Briptu S dijatuhi sanksi mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun, lebih ringan dari tuntutan, yakni pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).


Baca berita terkait: ‘Jalan di Tempat’: Potret Perkembangan Kasus Pelecehan Seksual di Rutan Polda Sulsel


Sidang etik berlangsung pada 5 Desember 2023, di ruang sidang Subbidang Pertanggungjawaban Profesi Bidang Profesi dan Pengamanan (Subbidwaprof Bidpropam) Polda Sulsel. Diikuti tujuh saksi bersama korban yang didampingi oleh YLBHI-LBH Makassar.

Dalam sidang, saksi menuturkan bahwa Briptu S memang melecehkan korban berulang-ulang. Baik verbal maupun nonverbal, menurut keterangan tertulis dari YLBHI-LBH Makassar.

Bagi korban, sanksi yang dijatuhkan oleh Komisi Kode Etik Polri terhadap Briptu S, amat melukai keadilan. Korban kecewa, apalagi perbuatan pelaku sudah berulang dan menyebabkan korban trauma hingga harus menjalani pemeriksaan psikolog.

Dengan putusan ini, kata korban, pelaku tidak mungkin tidak akan seenaknya melecehkan tahanan lain, bila tidak diganjar efek jerah. “Dan mungkin saja akan ada korban lain,” kata korban. 


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Kepala Bidang Gender LBH Makassar, Mira Amin mengatakan putusan ini menjadi preseden buruk kepolisian dalam memandang kekerasan seksual sebagai pidana biasa.  Polisi, katanya gagal melihat pola kekerasan seksual yang berulang terjadi di Rutan Dittahti Polda Sulsel. Ruang yang harusnya dipastikan aman bagi setiap tahanan.

Sementara itu, laporan pidana korban di SPKT Polda Sulsel pada Agustus 2023, hingga kini belum menemui titik terang. Karena itu, kata Mira Amin, putusan sidang etik ini harusnya dapat sebagai petunjuk untuk mempercepat pelaporan tindak pidana di Unit PPA Polda Sulsel.

“Putusan sidang etik terhadap Briptu S tidak menghapus tuntutan pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat (1) PP No. 2 tahun 2023 tentang peraturan disiplin anggota polri,” jelas Mira.

Tak hanya itu, bagi YLBHI-LBH Makassar, putusan Propam Polda Sulsel ini jadi bukti gagalnya reformasi di tubuh kepolisian.  

Muhammad Ansar selaku Kepala Bidang Sipol LBH Makassar menduga putusan ini sarat akan konflik kepentingan. “Karena terduga pelakunya adalah anggota kepolisian,” katanya dalam keterangan tertulis.

“Di sisi yang lain, yang menegakkan kode etik juga adalah anggota kepolisian. Dalam catatan kami, ada beberapa kasus yang diduga pelakunya melibatkan aparat kepolisian, tetapi korbannya atau keluarga korban tidak menemukan keadilan.”   

Sebelumnya, korban melaporkan kasus ini setelah Briptu S yang merupakan polisi aktif memaksa korban melakukan seks oral di kamar sel Rutan Polda Sulsel, pada Juli 2023. Dalam keterangannya, korban mengaku kerap menerima perlakuan tidak pantas dari Briptu S, sejak ditahan di Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) Rutan Polda Sulsel, pada Juni 2023.


1 Comment

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

Skip to content