Makassar – Bollo.id — Tak hanya catatan kasus yang ditangani oleh pihak kepolisian dan kejaksaan, lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi turut merilis sejumlah putusan persidangan perkara korupsi yang ditangani oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar.
Dalam dua tahun terakhir, lonjakan kasus korupsi kian marak terjadi. Pada Catatan Tahunan (Catahu) sebelumnya, ACC mencatat sebanyak 141 perkara dengan 121 terdakwa serta kerugian hingga Rp86,3 miliar. Sementara untuk Catahu 2023, tercatat 149 perkara tipikor yang disidangkan dengan total 150 terdakwa dan kerugian yang mencapai Rp127 miliar.
Wakil Ketua Eksternal ACC Sulawesi, Hamka mengatakan bahwa tingkat kasus korupsi tahun 2023 adalah yang terbanyak sepanjang Catahu ACC sejak 2013. “Merujuk catatan (ACC) 2013-2023, tahun dengan perkara (korupsi) terbanyak yang teregistrasi (di pengadilan) adalah tahun ini,“ tuturnya.
ACC Sulawesi mencatat, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut merupakan sektor yang paling korup, terbanyak di tahun 2023 dengan 42 perkara dan 17 terdakwa. Korupsi di lingkungan perusahaan negara tersebut mengakibatkan kerugian negara hingga Rp36,9 miliar.
Lainnya dalam catatan ACC, adalah sektor Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan 37 perkara, Pemberdayaan dengan 24 perkara kemudian disusul dengan sejumlah perkara korupsi yang menyangkut Dana Desa, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) hingga pungli.
Sementara itu, aktor penyumbang tertinggi perkara korupsi adalah pegawai swasta sebanyak 58 terdakwa menyusul Aparatur Sipil Negara (ASN) pada urutan kedua dengan 42 terdakwa. Hamka juga menyatakan bahwa beberapa perkara korupsi yang terkait dengan perusahaan milik negara bahkan diperbuat oleh satu orang terdakwa. “Contoh kasus (perkara BUMN), seperti kasus pegawai Pelindo, ada empat kasus dengan satu terdakwa,” Hamka melanjutkan.
ACC juga mencatat sejumlah kasus yang mandek. Hamka bilang, kejaksaan seharusnya menyampaikan secara detail berapa banyak jumlah penuntutan yang teregistrasi. Ia mengacu pada salah satu kasus yang mandek sejak 2019 yang hingga saat ini masih belum masuk di pengadilan.
Di kejaksaan, ada ratusan perkara penuntutan. Sementara yang terkonfirmasi dari pengadilan ada 149 perkara dan lima perkara diantaranya dilimpahkan ke KPK bukan ke kejaksaan. Sehingga dari total tersebut, ada 144 perkara yang ditangani oleh kejaksaan. “Kemarin di kejaksaan penuntutannya itu ada (sekitar) 200, sementara kalo di cek di pengadilan hanya 149,“ jelasnya.
Menurut Hamka, hal ini menimbulkan pertanyaan publik. “Makanya kejaksaan memberikan penjelasan kepada publik, dari 200 ini apakah perkara yang disidangkan (itu) kasus di tahun 2023, atau malah ada perkara di tahun sebelumnya tapi baru disidangkan di 2023. Itu yang kita maksud dengan transparansi,“ ucapnya.
Di sisi lain, Catahu ACC 2023 juga mengekspos putusan bebas 27 perkara yang menyangkut 30 terdakwa. Diantaranya adalah kasus Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan RS Fatimah Makassar, Proyek Pengadaan Penerangan Jalan Umum (PJU) Dinas Perhubungan (Dishub) Takalar TA 2021.
Kemudian, Tindak Pidana Korupsi Kegiatan Pengadaan Peralatan Komputer SMP yang bersumber dari Dana DAK 2015 dan DAK 2016 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Makassar, Pembangunan Gedung RS Pratama Sudu Kabupaten Enrekang, dan sejumlah perkara lainnya.
Editor: Sahrul Ramadan