Titik panas bumi di Kecamatan Bittuang, Tana Toraja/JPIK Sulsel.
Titik panas bumi di Kecamatan Bittuang, Tana Toraja/JPIK Sulsel.

Apa itu Energi Panas Bumi dan Kenapa menjadi Polemik?

Menurut temuan arkeologi di Amerika Utara, manusia menggunakan panas bumi pertama kali sekitar 10.000 tahun lalu.

Fokus adalah rubrik explainer dari Bollo.id.


Panas bumi atau geothermal adalah bentuk sumber energi panas yang terdapat di dalam inti bumi, mengandung air panas, uap air, batuan, mineral serta gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam sistem panas bumi.

Menurut temuan arkeologi di Amerika Utara, manusia menggunakan panas bumi pertama kali sekitar 10.000 tahun lalu, menjadi sumber energi tertua yang dimanfaatkan oleh manusia. Dalam praktik industri, energi panas bumi pertama kali dikembangkan di wilayah Tuscan, Italia pada tahun 1818 dengan mengekstrak asam borat dari sumber air panas. 

86 tahun kemudian, di tahun 1904, Kota Larderello menjadi kawasan industri asam borat pertama yang menghasilkan listrik dari energi panas. Melalui eksperimen lebih lanjut, pada tahun 1913, Kota Larderello berubah menjadi lokasi pembangkit listrik tenaga panas bumi pertama di dunia.


Baca juga: Energi geotermal di Indonesia: potensi, pemanfaatan, dan rencana ke depan


Pascaperang Dunia Kedua, Amerika Serikat menjadi produsen utama energi panas bumi. Di Pegunungan Mayacamas bagian utara San Francisco, The Geyser menjadi kompleks pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di dunia. Dibangun pada tahun 1960 dan saat ini memiliki 20 fasilitas pembangkit listrik dengan 350 lebih titik sumur.

Meninjau dari lokasi, penghasil energi panas mencakup wilayah dengan aktivitas vulkanik yang tinggi dan menjadi reservoir endapan air dan uap panas yang berasal dari magma di bawah kerak bumi. Meliputi Italia, Islandia, dan daerah di zona “Cincin Api” sepanjang wilayah Pasifik, termasuk Indonesia. 

Lalu, bagaimana dengan energi panas bumi di Indonesia?

Secara geografis, Indonesia berada di zona “Cincin Api”, dengan energi panas bumi yang umumnya ditemukan pada daerah batas lempeng. Kondisi ini mengakibatkan aktivitas di kerak bumi terus-menerus menghasilkan lapisan panas di bawahnya. Menghasilkan potensi energi panas bumi yang menyebar di 331 titik.

Panas dari inti bumi dapat mencapai suhu tinggi, bahkan melampaui 5000 derajat celcius. Panas dari inti bumi yang terus-menerus ini kemudian muncul ke lapisan permukaan bumi dalam berbagai bentuk seperti mata air panas, geiser, ventilasi hidrotermal, dan magma dari letusan gunung api.

Bumi tidak melepaskan panasnya sebagai magma, air, atau uap secara langsung. Sebaliknya, panas tetap terperangkap di dalam lapisan bumi. Untuk memperoleh energi panas bumi, diperlukan pengeboran dan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) untuk mengubahnya sebagai tenaga listrik. Beberapa negara telah mengembangkan metode untuk memanfaatkan energi panas bumi ini, begitu pun dengan Indonesia.

Awal tahun 2024, ThinkGeoEnergy merilis 10 negara teratas berdasarkan kapasitas pembangkit  listrik terpasang di tahun 2023. Indonesia duduk di peringkat kedua, dengan kapasitas 2.418 MW. Dalam mengelola energi panas bumi, menurut Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso, Pertamina sebagai BUMN di sektor energi akan terus mengembangkan energi panas bumi untuk menghasilkan listrik dari sumber energi terbarukan.

“Sesuai dengan master plan Pertamina, pengembangan energi panas bumi hingga tahun 2026 akan terus ditingkatkan, dengan target peningkatan sebanyak dua kali lipat menjadi 1.108 MW,” jelas Fadjar, 31 Agustus 2023.


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Di Indonesia, energi panas bumi masuk dalam Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dan membutuhkan kekuatan finansial. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kebutuhan finansial untuk mengembangkan EBT kian meningkat, terutama adanya rencana penerapan pensiun dini untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dalam beberapa tahun ke depan.

Dengan demikian, peralihan energi di Indonesia membutuhkan investasi hingga USD 1 triliun atau sekitar Rp14 triliun pada tahun 2060 untuk mengembangkan EBT beserta infrastruktur transmisi yang mendukungnya.

Pengelolaan sumber daya energi panas bumi diatur oleh beberapa kebijakan, diantaranya: UU Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi; Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 33 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dan Pemanfaatan Data Dan Informasi Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung; Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37 Tahun 2018 tentang Penawaran Wilayah Kerja Panas Bumi, Pemberian Izin Panas Bumi, Dan Penugasan Pengusahaan Panas Bumi; Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional; dan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional.

Beberapa regulasi mengklaim energi panas bumi menjadi bagian sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan. Namun, apakah keberlanjutan ini tanpa menimbulkan risiko dan dampak negatif, terutama di wilayah yang menjadi lokasi proyek?

Kondisi ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Salah satunya, PLTP Sorik Marapi, yang kerap menelan korban buntut kebocoran pipa gas. Pada Maret 2022, pipa gas PLTP itu mengalami kebocoran dan membuat 52 orang menjadi korban keracunan. Tak lama setelah kejadian itu, pipa gas kembali mengalami kebocoran dan memakan 21 korban. 

Ilustrasi, potret panas bumi, geothermal/A Nur Ismi/Bollo.id
Bekas pengeboran di di Kecamatan Bittuang, Tana Toraja/JPIK Sulsel

Menurut data Kepolisian Resort Mandailing, proyek panas bumi ini telah menyebabkan lebih dari seratus orang menjadi korban akibat paparan gas beracun. Menurut Syarifah Ainun, permanent member dari Chemical Engineering Degree Region Sumatera, mengatakan dampak proyek pembangkit listrik panas bumi ini tidak bisa dipandang remeh, terutama efek jangka panjang dari senyawa gas hidrogen sulfida–jika terus terpapar. 

“Jika selama ini kita sering mendengar kampanye akan bahaya gas beracun CO dari kendaraan bermotor,” katanya dikutip Mongabay. “Sebenarnya ada bahaya yang lebih serius yaitu hidrogen sulfida yang sifatnya tidak terdeteksi dan memiliki efek cepat dalam menelan korban.” 

Menurut Laporan Geothermal dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pada November 2022, proyek keberlanjutan pembangkit listrik dari penambangan panas bumi meningkatkan risiko bencana di setiap tahapan operasinya.

Menurut JATAM, pada rentang waktu Januari 2021-September 2022 terdapat enam peristiwa di aktivitas pembangkit energi panas bumi, yang memakan korban akibat menghirup gas-gas beracun yang berasal dari areal penambangan. Dari keenam itu, telah menewaskan lima orang dan sedikitnya 129 orang alami keracunan.

Data yang dikumpulkan oleh JATAM di sepanjang area penambangan panas bumi Sorik Marapi juga menunjukkan, bahwa ancaman kematian dan konsekuensi jangka panjang terhadap kesehatan adalah hal mendesak. Meskipun proyek sudah berjalan, tetapi menurut JATAM, penting untuk meninjau kembali ekspansi dari operasi penambangan yang acap kali diklaim ‘ramah lingkungan’ dan ‘terbarukan’.

Di Indonesia, pembangkit panas bumi disambut dengan penolakan warga. Salah satunya di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Eduardus Watumedang, salah seorang warga adat di Wae Sano, satu desa di NTT menolak pembangkit panas bumi itu. 

“Kami tetap menolak karena proyek ini akan sangat berdampak buruk bagi ruang hidup, kesatuan yang utuh tak terpisahkan antara pemukiman, kebun pencaharian, sumber air, pusat kehidupan adat, kuburan, hutan dan danau,” ucapnya.

Eduardus menegaskan, bahwa dasar penolakan warga sudah sangat jelas dan rasional. Bagi mereka, kata Eduardus, keseluruhan proyek panas bumi sangat membahayakan keutuhan ruang hidup.


Editor: Sahrul Ramadan


A. Nur Ismi

A. Nur Ismi pernah menerima Fellowship Story Grant dari Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan menulis tentang pemenuhan hak pendidikan bagi anak pengungsi. Saat ini, A. Nur Ismi adalah jurnalis Bollo.id

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Fokus

Skip to content