Bollo.id — Di bawah naungan DL Entertainment, film “Keluar Main 1994” berhasil membuat Studio XXI Nipah Mall terbahak pada gala premier yang diselenggarakan pada Senin, 25 Maret 2024. “Keluar Main 1994” merupakan sebuah karya asli dari Sulawesi Selatan dengan mempersembahkan cerita lokal berlatar 90-an yang hangat, penuh keragaman, dan sarat makna serta dikemas rapi dengan komedi yang menghibur.
Berada pada seat 10 row K, saya berkenalan dengan Ibo (diperankan oleh Stand Up Comedy-Komika, Arif Brata), seorang anak lelaki yang memiliki impian menjadi kiper profesional bak Rene Higuita. Berbeda dengan penjaga gawang pada umumnya, di era 90-an, Rene Higuita menjadi ikon kiper nyentrik dengan gaya rambut gondrong serupa surai pada kuda dan singa. Rene juga dikenal sebagai kiper Kolombia yang punya kemampuan scorpion kick atau tendangan kalajengking.
Kembali ke Ibo, perjuangannya mencapai impian tersebut tidak sementereng Rene Higuita. Dilema antara minat, bakat dan harapan orang tua menjadi pertimbangan Ibo. Tetapi di sini saya tidak akan berbicara mengenai bagaimana akhirnya Ibo berhasil memperagakan tendangan kalajengking dan menjadi kiper andalan tim Hepi Boys, bukan juga soal bagaimana Ibo dengan kisah lucunya bersama sang kekasih. Mari kita mengulik dari sudut pandang lain.
Bentuk Sarkasme Terhadap Sistem Pendidikan 1994
Film “Keluar Main 1994” mengambil latar di suatu sekolah SMA tahun 1994. Jika melihat pada tahun tersebut, kurikulum pendidikan yang diterapkan Indonesia adalah K-94. Sistem pendidikan ini menekankan siswa dengan materi pelajaran yang cukup padat pelaksanaannya yang satu arah membuat posisi guru di dalam kelas lebih dominan.
Farah Dina Insani dalam jurnalnya yang berjudul Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Awal Kemerdekaan Hingga Saat Ini turut bersuara bahwa pada kurikulum ini terjadi perubahan dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap, diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Sehingga, memberikan ruang besar kepada siswa untuk bereaksi jenuh, tertekan, dan, bosan ketika berada di dalam kelas. Maka tak heran jika “keluar main” adalah waktu yang dinanti-nanti para siswa. Ini kemudian dapat dipandang sebagai bentuk sarkasme terhadap sistem pendidikan saat itu yang dianggap kurang efisien.
Mengapa 1994?
Menilik pada tahun 1994 Piala Dunia di Amerika Serikat, dianggap sebagai turnamen yang paling sukses secara finansial kala itu. Sebabnya, kehadiran penonton di stadion mencapai hampir 69 ribu orang per pertandingan. Jumlah ini mengalahkan rekor yang telah tercipta sejak tahun 1950.
Sedang dalam sejarah sepak bola Indonesia, tahun 1994 adalah tahun saat Piala Asia U-19 bergulir dan digelar di Stadion Utama Senayan (sekarang Stadion Utama Gelora Bung Karno-SUGBK). Indonesia sebagai salah satu negara kompetitor sekaligus berstatus tuan rumah dari 10 negara yang terlibat.
Selain itu, peristiwa pada 27 November 1994, menjadi saksi perhelatan laga perdana Liga 1 Indonesia yang dikenal dengan nama Liga Dunhill. Pada periode tersebut, Liga 1 Indonesia menjadi wadah bagi para pemain muda untuk menunjukkan bakatnya dan meniti karir di dunia sepak bola profesional.
To Mangkasara’
Selain Ibo, saya juga berkenalan dengan aktor yang bernama Ippang (diperankan oleh Adi Surya), digambarkan sebagai sosok yang telah kehilangan jati dirinya sebagai seorang Bugis-Makassar. Hal itu kemudian mendapat kecaman dari Ibo dan teman-temannya. “Nda usah mako sok logat Jakarta, kita itu harus punya jati diri” timpal temannya.
Ini mengacu pada falsafah hidup masyarakat Bugis-Makassar, yaitu Siri’ na Pacce. Secara harfiah, Siri’ berarti ‘rasa malu’, na berarti ‘dan’, dan Pacce berarti ‘pedih’. Namun, jika ditinjau dari sisi makna sejatinya, sebagaimana telah diungkapkan dalam lontara La Toa yang berisi petuah-petuah, Siri’ dapat dimaknai sebagai harga diri atau kehormatan, juga dapat diartikan sebagai pernyataan sikap yang tidak serakah terhadap kehidupan duniawi (Moein MG, 1990: 10).
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Ini menyiratkan bahwa seseorang yang berdarah Bugis-Makassar harus memiliki loyalitas yang kuat dalam mempertahankan harga diri atau kehormatannya sesuai dengan salah satu kategori dari Siri’ na Pacce, yaitu Siri’ Ripakasiri’ ini berhubungan dengan harga diri atau kehormatan, dan martabat keluarga.
Selain itu, aspek To Mangkasara’ (orang Makassar) juga saya temui di dalam permainan bola tim Black Monster. Dalam film ini, Black Monster digambarkan sebagai tim yang terkenal dengan karakter sikap kerasnya. Ini sangat mencerminkan Klub Makassar Utama yang didirikan oleh Jusuf Kalla pada 17 Juni 1980. Makassar Utama pernah menjuarai piala Galatama 1986 dan dikenal sebagai tim dengan karakter permainan yang keras.
Vivi dan Feminitasnya
Berbicara mengenai perempuan dan perannya di era 90-an sebenarnya sudah tidak sekaku era RA Kartini lagi. Pada Pelita II, pemerintahan Orde Baru menerapkan kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan kepada seluruh warga negara Indonesia. Pada tahun 1974, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1974 dengan tujuan memperluas kesempatan pendidikan bagi laki-laki dan perempuan.
Program kebijakan tersebut meningkatkan secara makro partisipasi perempuan di dunia pendidikan. Meskipun pada era tersebut, persentasi perempuan tetap berada di bawah laki-laki, setidaknya Angka Partisipasi Kasar (APK) meningkat dan memperlihatkan pendidikan anak dan remaja makin membaik dari tahun sebelumnya.
Fakta ini kemudian diperankan dengan sangat rapi oleh Alisa Safitri sebagai Vivi. Alisa yang merupakan perempuan berdarah asli Makassar sangat apik memerankan Vivi sebagai perempuan mandiri yang merantau dari Jakarta ke Kota Daeng. Perjuangannya dalam mengenyam pendidikan dan karir dituang ke dalam kisahnya sebagai sosok perempuan yatim yang menjadi mentor di perusahaan bimbingan belajar untuk menggapai impiannya menjadi seorang guru.
Tak terasa, saya telah berkenalan dengan semua aktor film “Keluar Main 1994” selama 1 jam 52 menit. Adegan-adegan yang menampilkan kehidupan vintage Makassar betul-betul disajikan dengan penuh riset yang mendalam. Tentu, selain dari apa yang saya kemukakan di atas, masih banyak aspek lain yang dapat diulik. Penyajian komedi, drama, sejarah, dan keragaman misalnya. Untuk itu, saya mempersilakan yang lain untuk mengulik dan tertawa bersama pada penayangannya, 28 Maret 2024 di seluruh layar lebar Indonesia.
Editor: Sahrul Ramadan