Dua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) yang maju pada Pilgub tahun 2024 masing-masing memiliki pandangan berbeda, buat menangani masalah kerentanan perempuan terhadap perubahan iklim, di Sulsel.
Ini terlihat pada debat publik pertama Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Sulawesi Selatan 2024 yang disiarkan secara langsung oleh KOMPAS TV pada 28 Oktober 2024.
Mohammad Ramdhan Pomanto misalnya, yang berpasangan dengan Azhar Arsyad sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel 2024 nomor urut 1 mengatakan, bahwa untuk menangani perubahan iklim dia memprogramkan dekarbonisasi, melalui penanaman mangrove.
Dia bilang semuanya telah sepakat untuk menahan temperatur bumi pada 1,5 derajat celcius, untuk mengurangi laju perubahan iklim.
Perubahan iklim menurutnya, menyebabkan hujan ekstrem, sea level rise (kenaikan permukaan laut), seiring peningkatan emisi karbon. Sehingga untuk mengatasi persoalan itu, Danny menawarkan sebuah program yang dia sebut ‘Dekarbonisasi dan Oksigenasi’.
“Pohon-pohon itu punya kemampuan dekarbonisasi,” kata Danny dalam debat.
Danny mengklaim telah mengurangi emisi karbon di Makassar dengan membuat hutan mangrove di Lantebung, tanpa memberikan data. “Kami sudah mencanangkan semua gerakan-gerakan dengan cara sekolah. Sekarang kita ganti energinya dengan energi hijau.”
Penanaman 2000 bibit pohon mangrove di sepanjang pesisir pantai Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, Makassar dilakukan pada tahun 2021 oleh komunitas Permabudhi Cinta Alam bersama personil Tentara Nasional Indonesia, ketika Danny Pomanto menjabat sebagai Wali Kota Makassar.
Danny mengatakan penanaman pohon mangrove itu bertujuan untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan juga sebagai keseimbangan ekosistem alam.
Selain itu, kata Danny, penanaman mangrove juga dapat digunakan sebagai mata pencaharian alternatif warga pesisir melalui pengembangan industri pariwisata.
Praktik-praktik yang telah dia lakukan di Makassar, ketika dia menjabat sebagai Walikota Makassar, katanya, juga akan diprogramkan jika terpilih menjadi Gubernur Sulsel tahun 2024 nantinya. “Maka dengan itu kita siap untuk dekarbonisasi dan oksigenasi Sulawesi Selatan.”
Sedangkan untuk pengurangan dampak perubahan iklim terhadap perempuan, kata Danny, akan dilakukan melalui lorong-lorong wisata, di mana sebanyak 90 persen diperankan oleh kelompok perempuan. Di tempat itu nantinya, perempuan akan membuat ekonomi kerakyatan macam food security dan circular economy.
Pada lorong itu, perempuan akan lebih dekat dengan sumber tanaman sayur, misalnya cabe dan juga dapat memelihara lobster di air tawar untuk meningkat perekonomian, Danny menambahkan. Selain itu, aktivitas yang berada di dekat rumah tersebut juga akan memerangi dampak buruk perubahan iklim.
“Itulah sesungguhnya perempuan dan low carbon. Kenapa? Dia jaga anaknya, dia jaga rumahnya, dia dapat uang di lorong. Itulah sesungguhnya peran perempuan dengan berbasis karbon.”
Berbeda dengan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 2, Andi Sudirman Sulaiman berpasangan dengan Fatmawati Rusdi, yang ingin mengatasi dampak perubahan iklim terhadap kelompok perempuan, dengan menjadikan kelompok perempuan sebagai subjek pembangunan daerah.
Ketika Andi Sudirman Sulaiman menjabat sebagai Gubernur Sulsel pada tahun 2022 lalu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel pernah meraih penghargaan Program Kampung Iklim (Proklim).
Menurut laporan dalam situs Pemprov Sulsel, penghargaan itu diberikan sebagai apresiasi atas prestasi salah satu Pemprov yang telah membina kabupaten dan kota sehingga memiliki lokasi Proklim terbanyak tahun 2022.
Saat debat perdana calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel 2024, Fatmawati mengatakan bahwa perempuan juga rentan terhadap perubahan iklim. Selama masa kampanye, Fatmawati mendengarkan aspirasi dari para perempuan di 24 kabupaten dan kota di Sulsel, yang menurutnya mereka ingin diberdayakan.
“Masuknya sebagai kelompok rentan, tentu penguatan ekonomi terhadap perempuan dengan berbasis peningkatan UMKM,” kata Fatmawati.
“Tidak [sekadar] memberikan bantuan stimulan kepada mereka, tapi lalu kemudian dengan pendampingan mulai dari bagaimana merintis usahanya, lalu kemudian bagaimana pemasaran digitalisasi untuk perempuan.”
Apakah usulan program kedua pasangan calon tersebut cukup untuk mengurangi kerentanan perempuan dari dampak perubahan iklim?
Suryani dari Solidaritas Perempuan Anging Mammiri mengatakan, untuk mengatasi persoalan kerentanan perempuan dari perubahan iklim pemerintah harus melibatkan kelompok perempuan secara bermakna dalam pengambilan keputusan tentang program-program aksi iklim di wilayah mereka.
Mulai dari tahap perencanaan program, desain program, implementasi hingga tahap evaluasi program. Sehingga program tersebut dapat dikerjakan secara bersama-sama dan tidak membebani perempuan dan kelompok tertentu.
“Karena kalau berbicara soal perubahan iklim akan dirasakan baik laki-laki maupun perempuan sehingga untuk mengatasi itu mereka semua harus terlibat, tidak hanya dibebankan pada perempuan saja,” kata Suryani kepada Bollo.id, 1 Desember 2024.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Dia mencontohkan salah satu program yang dikerjakan Pemerintah Kota Makassar, saat Solidaritas Perempuan Anging Mammiri melakukan penelitian tentang perubahan iklim dan kebijakan yang adil gender di Makassar, adalah bank sampah yang berada di lorong-lorong.
Dalam pelaksanaan program bank sampah itu, menurut Suryani, perempuan lebih banyak terbebani dari segi beban kerja. Di mana, perempuan yang telah dilekatkan dengan beban domestik seperti mengurusi rumah tangga di pagi hari, juga harus mengumpulkan sampah dan memilah sampah, yang membuat perempuan tidak punya waktu untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga.
“Program-program untuk adaptasi maupun mitigasi yang sudah terlaksana itu, lebih membebani perempuan, sehingga harapannya untuk program-program menangani perubahan iklim tidak dibebani hanya untuk jenis kelamin saja pada perempuan dan kelompok rentan,” jelas Suryani.
Konsep lorong wisata yang ditawarkan oleh Mohammad Ramdhan Pomanto alias Danny Pomanto sebagai calon Gubernur Sulsel 2024 dalam debat pertama untuk mengatasi kerentanan perempuan dalam perubahan iklim, kata dia, tidak berbeda dengan konsep lorong garden dahulu di Makassar.
Target dari konsep lorong wisata yang ditawarkan itu adalah kelompok perempuan. Dengan mendekatkan perempuan pada tanaman sayur sehingga, kata Suryani mereka dapat membuat jajanan untuk meningkatkan perekonomian.
“Kalau dia [perempuan] target, maka dia tidak dilihat sebagai subjek, maka dia hanya akan berfungsi sebagai pelaksana kegiatan,” kata dia.
“Tapi pengetahuan soal apa itu perubahan iklim, pengetahuan soal apa itu emisi gas rumah kaca, apa itu dampak krisis iklim, mereka [perempuan] tidak akan tahu karena mereka akan menjadi pelaksana proyek atau program.”
Dalam menangani kesenjangan gender dan perubahan iklim, kata dia, yang paling utama harus dilaksanakan adalah pendidikan atau sosialisasi mengenai krisis iklim, dan kerentanan terhadap dampak perubahan iklim. Dengan melibatkan perempuan sejak awal perencanaan hingga tahap evaluasi.
“Itu baru bisa dikatakan bisa mengatasi, salah satu upaya untuk memitigasi, mengatasi kesenjangan gender dalam menangani perubahan iklim,” katanya.
Sama halnya dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ditawarkan oleh Fatmawati Rusdi, calon Wakil Gubernur Sulsel nomor urut 2.
Suryani bilang, dalam praktik program UMKM itu nantinya juga akan dipusatkan pada perempuan, karena ketika melihat kesenjangan atau ketimpangan kemiskinan selalu dilekatkan pada perempuan.
“Karena ketika melihat data rumah tangga miskin, itu adalah perempuan sehingga dibuatlah [program UMKM] untuk mengatasi kemiskinan,” kata Suryani.
Masalahnya menurut Suryani, perintisan UMKM akan menjerat perempuan dengan utang melalui Koperasi Simpan Pinjam untuk modal usaha. Di mana perempuan meminjam uang ke koperasi dengan alasan untuk membuka usaha. Tapi pada akhirnya, kata Suryani malah membuat perempuan terbebani.
Suryani mencontohkan UMKM yang dilakukan di desa-desa atau perkampungan dengan modal usaha Rp3 juta misalnya, sementara modal yang harus dikembalikan kepada koperasi Rp300 ribu setiap minggu.
“Masuk akal kah itu, Rp300 ribu per minggu dengan usaha di desa-desa? Ini sudah banyak sekali korbannya ini, yang soal koperasi-koperasi ini, yang UMKM ini, yang programnya itu BUMN dan BRI,” kata dia.
“Ini mi kalau tidak ada [uang], sementara datang penagih-penagih menunggu, tidak mau pulang kalau tidak dibayar. Dan ini juga banyak terjadi di pesisir. Pada akhirnya apa, perempuan mengambil lagi utang lain untuk menutupi itu untuk membayar.”
Modal yang dipinjam di koperasi untuk membangun usaha diakses secara individu, kata Suryani, bukan dalam bentuk kelompok usaha. “Kalau praktiknya selama ini, dia individu dan itu justru memberatkan perempuan dan masyarakat.”
Masalah Perempuan dan Perubahan Iklim
Dalam aspek konstruksi sosial di masyarakat, perempuan selalu dilekatkan pada beban domestik yang menempatkan perempuan sebagai penjaga keluarga, kata Suryani. Misalnya, ketika bencana terjadi akibat dari perubahan iklim, maka perempuan akan lebih memprioritaskan keluarganya dari pada dirinya.
“Ketika itu terjadi, dia [perempuan] akan menyelamatkan dulu anaknya, keluarganya, ibunya baru dirinya,” kata Suryani.
Sementara pada aspek ekonomi, perempuan juga sangat rentan. Pada perempuan nelayan misalnya, dalam situasi atau kondisi tertentu seperti cuaca ekstrem, bencana iklim, kenaikan air laut, dan proyek-proyek bangunan yang meminggirkan mereka dari pekerjaannya. “Maka perempuan secara otomatis lagi-lagi mengalami kemiskinan atau dimiskinkan dari situasi itu,” kata Suryani.
Suryani bilang dampak perubahan iklim telah membuat perempuan rentan mengalami kekerasan berlapis, rentan mengalami kemiskinan hingga rentan kehilangan nyawa.
Selain itu, perempuan juga rentan terhadap berbagai jenis penyakit akibat dari perubahan iklim, misalnya terjadi banjir besar-besaran. Di mana kebutuhan perempuan ketika itu, kata Suryani tidak hanya sekadar makanan seperti mie instan yang kerap jadi paket bantuan bencana.
“Tapi ada kebutuhan khusus, pembalut dan seterusnya, ketika terjadi kekeringan, kemarau perempuan akan sangat berdampak pada krisis air, misalnya karena lagi-lagi konstruksi sosial mereka ada kebutuhan reproduksi mereka terhadap kebutuhan air lebih banyak dari pada laki-laki,” katanya.
Untuk menangani kerentanan perempuan dan perubahan iklim, pemerintah harus memastikan semua elemen masyarakat terlibat dalam Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD-API), menurut Suryani.
Mulai dari ahli pembangunan, ahli lingkungan, dan pihak-pihak yang berbicara tentang aspek perempuan atau aspek gender.
Tapi yang terpenting adalah melibatkan semua masyarakat yang paling terdampak terhadap perubahan iklim, khususnya perempuan, kelompok rentan, anak-anak, dan kelompok lanjut usia.
“Memastikan bahwa kebutuhan dan kepentingan mereka terakomodir di setiap rencana aksi daerah untuk mengatasi perubahan iklim,” kata Suryani.
Berdasarkan laporan yang dirilis Climate Central, soal daftar lima kota dengan suhu terpanas di Asia Tenggara pada periode Juni hingga Agustus 2024, menunjukkan bahwa Kota Makassar pernah menempati posisi pertama sebagai kota terpanas di Indonesia, sebagai dampak kenaikan temperatur bumi.
Makassar dinobatkan sebagai kota terpanas dengan 91 hari panas, disusul Sumedang 85 hari panas, sementara Bandar Lampung dan Palembang, masing-masing 81 hari. Kemudian Filipina, Davao 83 hari panas.
Sementara data dari Nasa-Global Temperature pada tahun 2023, temperatur bumi telah menyentuh angka 1,17 derajat celcius.
Editor: Agus Mawan W