Aksi protes perempuan nelayan di sela peresmian MNP oleh Presiden Jokowi/SP Anging Mammiri/Bollo.id
Aksi protes perempuan nelayan di sela peresmian MNP oleh Presiden Jokowi/SP Anging Mammiri/Bollo.id

Peresmian Makassar New Port: Bentuk Nyata Negara Abaikan Pemulihan Hak Perempuan dan Nelayan Tradisional

SP Anging Mammiri menyebut, hingga saat ini, ada 150 perempuan nelayan masih terus berjuang mempertahankan ruang kelolanya di pesisir yang terdampak proyek MNP.

Makassar – Bollo.id — Sejumlah perempuan nelayan menggelar aksi protes di sela peresmian Makassar New Port (MNP) oleh Presiden Joko Widodo di depan Gardu Induk PLN Tallo. Jokowi bersama sejumlah jajaran kementeriannya, diketahui meresmikan pelabuhan logistik yang diklaim terbesar se-Indonesia Timur ini pada Kamis, 22 Februari 2024. 

Aksi protes digelar karena aktivitas pembangunan disebut telah menghilangkan mata pencaharian nelayan, sumber pangan perempuan, pencemaran lingkungan, lumpur dampak dari transportasi alat-alat berat, sampah hingga limbah minyak, melahirkan ketimpangan sosial, ekonomi hingga ketimpangan gender.

Sejumlah perempuan nelayan yang menggelar aksi bahkan mendapatkan tindakan kekerasan oleh aparat keamanan dengan mengambil secara paksa sejumlah poster yang dibentangkan oleh perempuan. Situasi ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat di depan umum sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang. 

Merujuk dalam siaran pers yang diterima Bollo.id, dari Solidaritas Perempuan (SP) Anging Mammiri, penolakan terhadap pembangunan MNP, sejak tahap pembangunan pertama pada 2017 oleh perempuan pesisir bersama nelayan tradisional di Kelurahan Cambaya, Buloa, Tallo, Kota Makassar. 


Baca juga: Menolak Reklamasi Pulau Lae-lae: “Bukan soal Uang, tapi Soal Pencaharian Nelayan”


SP Anging Mammiri menyebut, hingga saat ini, ada 150 perempuan nelayan masih terus berjuang mempertahankan ruang kelolanya di pesisir yang terdampak proyek MNP. Pelanggaran hak perempuan telah diadukan kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Namun belum ada titik terang penyelesaian konflik dari pemerintah maupun pihak perusahaan. 

Berbagai upaya telah ditempuh perempuan pesisir dan nelayan tradisional dalam mencari keadilan atas ruang hidup mereka di pesisir. Mulai dari bertemu dengan pihak PT Pelindo IV, berdialog dengan Pemprov Sulsel, Pemkot Makassar, Komisi E, Komisi B, Komisi C, hingga Sekretaris DPRD Sulsel dalam berbagai ruang dialog. 

Perempuan pesisir dan nelayan tradisional menyampaikan tuntutannya yakni mendesak pemerintah dan perusahaan memulihkan hak ekonomi dan pemulihan hak atas lingkungan. Bahkan RDP pada 24 Januari 2023, pemerintah, DPRD dan PT. Pelindo IV bersepakat untuk bersama-sama ke Jakarta bertemu dengan PT. Pelindo pusat membicarakan persoalan ini. 

Namun lagi-lagi Komisi B beserta pihak perusahaan mengabaikan hasil kesepakatan tersebut. Komisi B bertemu dengan PT. Pelindo di Jakarta tanpa melibatkan perwakilan perempuan dan nelayan tradisional. Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan atas hasil RDP dan ketidakseriusan pemerintah menyelesaikan persoalan perempuan. 

Menurut SP Anging Mammiri, aktivitas reklamasi pembangunan MNP berdampak pada hilangnya pekerjaan perempuan pencari kerang, kanjappang dan mengurangi pendapatan nelayan tradisional. Perempuan harus bekerja dan berpikir ekstra untuk tetap memenuhi kebutuhan keluarga. 

Terlebih karakteristik laut yang diidentikkan dengan maskulinitas, seringkali dianggap sebagai ranah yang tidak mungkin menjadi wilayah kelola perempuan. Akibatnya perempuan tidak pernah dilibatkan dalam proses konsultasi, tidak diakui identitas sebagai nelayan meski secara turun temurun memanfaatkan pesisir sebagai ruang kelola. 

Perempuan nelayan tidak menerima program pemberdayaan, kartu asuransi nelayan sementara mereka beraktivitas di laut sama seperti nelayan laki-laki. Skema Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai upaya sentralisasi pengelolaan sumber daya alam, melalui Peraturan Presiden Nomor 109/2020 juga merupakan aturan yang berorientasi pada pembangunan ekstraktif dan infrastruktur. 


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


SP Anging Mammiri menyebut, rentetan persoalan agraria dan lingkungan hidup timbul akibat PSN sehingga berdampak buruk pada kehidupan rakyat. Salah satunya MNP yang disebut telah memiskinkan perempuan pesisir dan nelayan tradisional di pesisir Makassar. 

“Peresmian pelabuhan MNP oleh Presiden Joko Widodo, bentuk nyata pengabaian negara terhadap pemenuhan dan perlindungan hak asasi perempuan pesisir dan nelayan tradisional,” kata Suryani, Ketua Badan Eksekutif Komunitas SP Anging Mammiri, dalam siaran persnya. 

Aksi penolakan dan protes bertepatan dengan peresmian MNP oleh kepala negara, yang disuarakan oleh perempuan pesisir merupakan bentuk kekecewaan dan kemarahan perempuan nelayan yang selama ini memperjuangkan hak atas ruang lautnya. 

“Kami mengecam segala bentuk intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan dengan dalih apapun. Menyampaikan pendapat di depan umum adalah hak setiap warga negara, termasuk perempuan nelayan,” Suryani menyudahi.


Sahrul Ramadan

Sahrul Ramadan adalah editor Bollo.id. Mengurus rubrik fokus, berita terbaru, dan ceritaan.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

Skip to content