Hati-hati dengan ableisme: stigma diskriminatif yang berbahaya bagi penyandang disabilitas

Visi Misi Kedua Kandidat Pilgub Sulsel 2024: Kelompok Disabilitas dalam Politik Elektoral

“Secara politik elektoral mereka dirangkul, secara politik kebijakan mereka disingkirkan.”

Bollo.id – Dua kandidat calon yang bertarung pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel) tahun 2024, sama-sama menawarkan kebijakan pembangunan inklusif dan melibatkan kelompok disabilitas.

Hal ini terlihat pada debat publik pertama yang disiarkan secara langsung oleh KOMPAS TV, pada 28 Oktober 2024 lalu.

Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel nomor urut 02, Andi Sudirman Sulaiman bersama dengan Fatmawati Rusdi misalnya, berjanji akan melanjutkan pembangunan inklusif untuk kelompok disabilitas, jika terpilih menjadi pemimpin di Sulsel nantinya.

“Siap melanjutkan pembangunan yang inklusif,” kata Fatmawati dalam debat.

Untuk dapat membuktikan pembangunan yang inklusif tersebut, kata Andi Sudirman, dia akan melibatkan sejumlah pihak seperti pemuda dalam sebuah kolaborasi untuk membangun daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang lebih maju dan berkarakter. 

“Mau dilanjutkan pembangunan juga [pelibatan] multi pihak termasuk disabilitas,” tambah Andi Sudirman.


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Sementara rivalnya, pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel nomor urut 01, Mohammad Ramdhan Pomanto (Danny Pomanto) bersama Azhar Arsyad, juga menyampaikannya misinya.

Pada debat publik kedua, yang disiarkan secara langsung oleh TVOne pada 10 November 2024, Danny Pomanto berjanji tak boleh ada lagi yang terpinggirkan dan terabaikan dalam pembangunan.

Menurut Danny, pemerintah harus hadir dan menjadi pelindung bagi rakyat. “Bukan meninggalkan mereka yang berjuang sendirian,” kata Danny.

Dalam kesempatan itu, Azhar mengatakan bahwa rakyat berhak untuk hidup sejahterah, makmur dan berkeadilan. Tanpa ada diskriminasi.

“Setiap warga apapun agamanya, etnisnya, budaya dan tradisinya berhak hidup aman dan nyaman di tanah lahir, dan mereka dibesarkan,” kata dia.

“Tak boleh lagi ada yang terpinggirkan atau bahkan terabaikan dalam pembangunan.”

***

Saat menjabat sebagai Gubernur Sulsel, Andi Sudirman pernah merekrut sebanyak 12 orang disabilitas menjadi non ASN pada 29 Juli 2022. Para Disabilitas yang direkrut tersebut adalah tuna netra dan tuna daksa yang berasal dari berbagai daerah seperti Makassar, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Luwu.

Disabilitas yang direkrut itu ditempatkan berdasarkan skill yang mereka miliki. Misalnya, mengajar, administrasi, customer service dan sebagainya.

Di tahun yang sama, Andi Sudirman juga pernah menyerahkan KTP Elektronik (E-KTP) dan Kartu Identitas Anak (KIA) pada disabilitas.

“Kita berusaha memenuhi hak dari penyandang disabilitas dalam pelayanan dokumen kependudukan. Sehingga dapat menerima pelayanan publik, perlindungan hukum dan menyalurkan hak pilihnya,” kata Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Sulsel, Sukarniaty Kondolele.


Baca: Pemilu masih Ableisme: Apa yang Harus Dilakukan Penyelenggara?


Sementara, Danny Pomanto saat menjabat Wali Kota Makassar pernah meraih penghargaan tingkat nasional Anugerah Prakarsa Inklusi (API) dari Komisi Nasional Disabilitas atas komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar terhadap penghormatan dan perlindungan hak disabilitas di Makassar tahun 2023.

Komitmen tersebut diwujudkan melalui kebijakan yang telah dikeluarkan Pemkot Makassar dalam hal pemenuhan hak disabilitas.

Selain itu, Danny juga pernah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) bersama Komisi Nasional Disabilitas (KND) di Kantor KND Gedung Cawang Kencana, Jakarta, Jumat 20 Oktober 2023.

Kerja sama itu, kata Danny, merupakan bentuk kolaborasi untuk memenuhi hak-hak disabilitas di Kota Makassar.

“Kamilah yang harus berterima kasih kepada KND karena sudah menjadi kewajiban pemerintah kota, dan ini merupakan bagian daripada perwujudan visi-misi kami,” kata Danny Pomanto seperti dikutip dari RRI.

Namun apakah kebijakan pembangunan inklusif yang ditawarkan oleh kedua kandidat tersebut benar-benar berpihak terhadap kelompok disabilitas? 

Mantan Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Hamzah M. Yamin mengatakan Andi Sudirman memang pernah merekrut 12 orang disabilitas sebagai tenaga non ASN di beberapa instansi ketika menjabat sebagai Gubernur Sulsel tahun 2022 lalu. 

“Hanya sampai di situ,” kata Hamzah pada 19 November 2024.

Salah satu kepentingan disabilitas di Sulsel yang luput dari pemerintah, kata Hamzah, adalah sarana transportasi yang aksesibel.

Padahal Nurdin Abdullah, Gubernur Sulsel yang berpasangan dengan Andi Sudirman Sulaiman, pernah ingin membuat  transportasi Mamminasata tidak lagi menyusahkan disabilitas atau lanjut usia.

“Yang lain-lain masih ribet,” kata Hamzah. “Kan kepentingan teman disabilitas ini, transportasi. Transportasi di Makassar dan Sulsel itu kan masih ribet bagi teman-teman disabilitas.”

Dalam sebuah diskusi yang digagas oleh Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) bersama UK PACT Indonesia bertajuk “Menggagas Mobilitas Inklusif di Kota Makassar” pada tahun 2024, menyoroti kebijakan dan regulasi transportasi inklusif serta aksesibilitas dan infrastruktur yang ramah difabel.

Pada diskusi itu, Dinas Perhubungan dan Dinas PU (Pekerjaan Umum) tak memungkiri bahwa penyediaan fasilitas yang ramah terhadap difabel masih kurang. 

Angkutan bus Mamminasata atau Teman Bus misalnya, yang diprogramkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan transportasi publik, belum memenuhi standar aksesibilitas pada pelayanannya. 

Sejumlah sarana seperti halte dan terminal yang menyediakan fasilitas aksesibel juga masih diupayakan. Papan informasi digital berupa teks berjalan akan memudahkan disabilitas tuli ketika beraktivitas secara mandiri.

Sejumlah proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini, kata Hamzah, juga tidak ramah dan aman bagi disabilitas. Inilah yang kata Hamzah membuat disabilitas memilih untuk tidak beraktivitas di luar rumah.

Pada kejadian macam ini, Hamzah sendiri pernah diprotes oleh warga di sekitar lingkungan tempat tinggalnya karena selalu berdiam diri di dalam rumah.

“Katanya ‘[warga] itu penyandang disabilitas salahnya kenapa dia tidak keluar rumah?’” kata Hamzah menirukan perkataan warga itu.

“Saya bilang ih, lihat ki dulu lingkungan kita ini, akses ke teman-teman penyandang disabilitas.”

Perkataan Hamzah itu terbukti kebenarannya. Di Makassar, sejumlah proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum ramah terhadap kelompok disabilitas. 

Sebuah contoh yang paling sering dialami Hamzah, dan disabilitas netra di Makassar ketika beraktivitas di luar rumah adalah nyaris ditabrak oleh pengendara motor. 

Padahal ketika berada di luar rumah, Hamzah selalu mewanti-wanti hal itu dengan cara memilih berjalan di sebelah kiri agar tidak ditabrak pengendara.

“Nanti ada motor [kalau di kanan]. Tapi biasa ada tonji motor di depanku, padahal sudah jalan di kiri,” kata dia.

Saking tidak amannya ini Makassar.”

Dalam beberapa hal, Danny Pomanto yang menjabat Wali Kota Makassar memang kerap meminta agar seluruh lubang got di Makassar ditutup, yang menurut Danny untuk kepentingan kelompok disabilitas.

Tetapi, kata Hamzah, penutupan lubang got tersebut bukan untuk kepentingan disabilitas tuna netra, melainkan lebih pada kepentingan pembangunan kota.

“Supaya dibilang berhasil membangun. Kenapa saya bilang? Memang ditutup, tapi ada tonji ditutup tapi tidak aman,” kata Hamzah.

Agar kepentingan kelompok disabilitas terakomodir dalam proyek pembangunan, kata dia, mereka harus dilibatkan dalam perencanaan pembangunan itu.

“Paling tidak ketika mau dimulai proyek itu, teman-teman disabilitas, netra misalnya ditanya. Bagaimana ini supaya aman,” kata dia.

 “Ketika mau bikin trotoar, teman-teman yang pakai kursi roda dipanggil. Bagaimana supaya kamu yang pakai kursi roda, bisa pakai juga ini trotoar? Seharusnya dipanggil begitu, kalau memang untuk kepentingan kita.”

Saat ditanya mengenai visi misi calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel tahun 2024, Hamzah sendiri masih sangat sulit mempercayai janji-janji politik yang dilontarkan kedua kandidat yang ingin melakukan pembangunan yang inklusif untuk kepentingan kelompok disabilitas. 

“Pemilih penyandang disabilitas itu, bakal memilih kucing dalam karung, karena visi misi mereka [calon] tidak sampai ke teman-teman,” kata Hamzah.

Pengamat Politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto mengatakan dalam konteks politik elektoral, isu kelompok minoritas macam disabilitas akan mendapat perhatian. Sehingga kandidat yang maju untuk duduk di kursi jabatan akan menunjukan keberpihakannya terhadap kelompok-kelompok marginal. 

“Karena kalau tidak, mereka [kandidat] akan ditinggal,” kata Ali.

Pada momentum pemilu, kata Ali, para kandidat akan mengemas visi misi mereka semenarik mungkin dan umum agar dapat diaplikasikan di mana saja. Dan tentunya untuk menyasar suara dari kelompok-kelompok marginal.

Para kandidat kerap kali menyasar kelompok-kelompok marginal karena menurut Ali dianggap tidak menguasai literasi politik. 

“Kelompok-kelompok ini yang paling banyak sebenarnya mendapat perhatian. Kelompok-kelompok Bissu, transgender, disabilitas dan kelompok-kelompok marginal lain, termasuk misalnya orang-orang 3T,” beber Ali.

“Mereka [kelompok marginal] berdaya tapi sangat rentan, sehingga itu juga kemudian menjadi sasaran karena besar sekali jumlahnya.”

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan tahun 2020, sebaran penduduk disabilitas menurut kabupaten dan kota di Sulsel, Kota Makassar menempati posisi pertama penduduk disabilitas dengan persentase 11.91 persen, disusul Kabupaten Bone dengan persentase 10.85 persen, kemudian Kabupaten Gowa dengan persentase 7.31 dan Kabupaten Luwu dengan persentase 5.14 persen.

Untuk sebaran penduduk dengan disabilitas di Sulawesi Selatan pada tahun 2020, menunjukkan bahwa wilayah pedesaan lebih banyak dengan persentase 57 hingga 59 persen. Sementara sebaran penduduk dengan disabilitas di wilayah perkotaan persentasenya mencapai 40 hingga 42 persen.

Ali bilang dalam politik elektoral, kelompok-kelompok marginal seperti disabilitas akan mendapat porsi yang lebih besar pada visi misi dan program kerja yang ditawarkan kandidat.

“Karena semua orang mau menang dan semua orang tahu bahwa political subject terbesar itu ada pada kelompok-kelompok marginal,” kata dia.

“Pada konteks elektoral, kebijakan [calon] ini pasti menyasar kepada masyarakat kecil karena merekalah kantong-kantong suara terbesar dan sangat gampang dipengaruhi. Berbeda dengan kelas menengah ke atas, dikasih Rp100 ribu sampai Rp200 ribu mungkin belum goyang.”

Dari data statistik yang dikumpulkan oleh Bollo.id, karakteristik penduduk dengan disabilitas di Sulawesi Selatan tahun 2020, menunjukan laki-laki disabilitas berusia 5-14 tahun terbanyak atau 52 persen. Untuk persentase perempuan disabilitas pada usia 65 tahun ke atas sebanyak 64.16 persen.

Sementara itu, jenis kesulitan yang dialami penduduk dengan disabilitas menurut jenis kelamin tahun 2020, menunjukkan bahwa gangguan emosional paling sering dialami oleh perempuan sebanyak 50 persen, disusul gangguan melihat 30 persen, kesulitan menggunakan tangan 29 persen, kesulitan berkonsentrasi dan gangguan berbicara masing-masing 24 persen. 

Begitu juga dengan jenis kesulitan yang dialami penduduk dengan disabilitas lansia pada tahun 2020. Gangguan emosional menempati posisi pertama sebanyak 58 persen, gangguan melihat 37 persen, kemudian kesulitan menggunakan tangan 32 persen, kesulitan berkonsentrasi dan gangguan berbicara masing-masing 22 persen, gangguan berjalan 20 persen, gangguan mendengar 14 persen, kesulitan mengurus diri 13 persen dan disabilitas intelektual 6 persen.

Pada jenis kesulitan yang dialami penduduk dengan disabilitas usia produktif tahun 2020, gangguan emosional paling banyak dialami sebanyak 34 persen, gangguan mendengar 30 persen, kesulitan mengurus diri 27 persen, kesulitan menggunakan tangan 25 persen, kesulitan berkonsentrasi 24 persen. Kemudian gangguan berbicara 23 persen, disabilitas intelektual 19 persen, dan gangguan berjalan 18 persen.

Untuk jenis kesulitan yang dialami penduduk dengan disabilitas usia anak dan remaja tahun 2020, gangguan berbicara menempati posisi pertama sebanyak 46 persen, disabilitas intelektual 45 persen, kesulitan mengurus diri 39 persen. Kemudian kesulitan berkonsentrasi sebanyak 38 persen, gangguan berjalan 33 persen, gangguan emosional 31 persen, gangguan mendengar 26 persen, kesulitan menggunakan tangan 23 persen, dan gangguan melihat 15 persen.

Pada jenis kesulitan penduduk dengan disabilitas di Sulawesi Selatan menurut jenis kelamin tahun 2020, menunjukan bahwa laki-laki mengalami disabilitas tunggal sebanyak 52,5 persen dari 47 disabilitas ganda. Sementara perempuan mengalami disabilitas tunggal sebanyak 50.97 persen, dan disabilitas ganda 49 persen.

Kemudian jenis kesulitan penduduk dengan disabilitas di Sulawesi Selatan tahun 2020. Menunjukkan disabilitas tunggal paling banyak dialami pada usia 15 sampai 64 tahun sebanyak 53 persen, usia 5 tahun ke atas sebanyak 51.65 persen, usia 65 tahun ke atas 50.57 persen, dan usia 5 hingga 14 tahun sebanyak 46 persen.

Berbeda dengan disabilitas ganda, usia 5 hingga 14 tahun yang paling banyak terpapar sebanyak 53 persen, disusul usia 65 tahun ke atas sebanyak 49.43 persen, usia 5 tahun ke atas 48.35 persen dan 15 hingga 64 tahun 46 persen.


Editor: Agus Mawan w


Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

Skip to content