Ilustrasi, hukuman mati/deathpenaltyproject.org
Ilustrasi, hukuman mati/deathpenaltyproject.org

Vonis Mati di Indonesia Bukan Solusi Cegah Kejahatan

Indonesia memang tidak melakukan eksekusi mati dalam beberapa tahun terakhir, tapi pemberian hukuman mati masih terus terjadi di meja hijau.

Bollo.id — Amnesty International baru-baru ini, menerbitkan laporan tahunan tentang penerapan eksekusi dan vonis mati sejumlah negara di dunia. Termasuk Indonesia. Namun negara yang menjadi sorotan karena dianggap banyak menerapkan eksekusi mati dalam hampir satu dekade terakhir adalah Tiongkok. 

Menyusul kawasan Timur Tengah seperti Iran, kemudian Amerika Serikat. Sementara Indonesia, meski tak lagi menerapkan eksekusi, negara ini masih menjatuhkan banyak vonis mati dan jumlahnya bertambah pada tahun 2023 menurut laporan Amnesty International yang dirilis pada Rabu, 29 Mei 2024.

Dalam laporannya, Amnesty International mengungkap, bahwa sebanyak 1.153 eksekusi mati terjadi secara global sepanjang tahun 2023. Ini tidak termasuk ribuan eksekusi yang diyakini terjadi di Tiongkok akibat kerahasiaan negara. Semua laporan ini menunjukkan peningkatan lebih dari 30 persen dari tahun 2022 yang angkanya mencapai 883 kasus eksekusi. 

Ini adalah angka eksekusi tertinggi yang pernah dicatat oleh Amnesty International sejak tahun 2015, ketika 1.634 orang dieksekusi saat itu. Kendati demikian, jumlah negara yang menerapkan eksekusi mati, kini mencapai angka terendah yang pernah dicatat oleh Amnesty International sejak beberapa tahun terakhir.

“Lonjakan besar dalam eksekusi yang tercatat sebagian besar disebabkan oleh Iran. Otoritas Iran menunjukkan ketidakpedulian total terhadap nyawa manusia dan meningkatkan eksekusi untuk pelanggaran terkait narkoba,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard dalam siaran pers yang diterima redaksi Bollo.id.

Kondisi ini dianggap timpang karena penerapan hukuman dan eksekusi mati hanya diperuntukkan bagi kelompok kelas bawah. ”Sehingga terus memberi dampak diskriminatif dari hukuman mati pada komunitas yang terpinggirkan dan miskin di Iran,” ungkap Agnes Callamard.

Amnesty International menyebut, lima negara dengan jumlah eksekusi tertinggi pada tahun 2023 adalah Tiongkok, Iran, Arab Saudi, Somalia, dan Amerika Serikat. Iran menyumbang angka 853 atau 74 persen dari eksekusi yang tercatat. Sementara Arab Saudi mebukukan angka 172 atau 15 persen.  


Baca juga: Reformasi Putar Balik: Praktik Orba yang Mengakar


“Walaupun kita melihat kemunduran pada tahun 2023, terutama di Timur Tengah, negara-negara yang masih melaksanakan eksekusi mati semakin terisolasi. Kampanye kami melawan hukuman yang kejam ini berhasil. Kami akan terus berjuang sampai kami benar-benar berhasil mengakhiri hukuman mati,” ujar Agnes Callamard. 

Sedangkan di AS penerapan eksekusi mati meningkat pesat dari 18 kasus di tahun 2022, menjadi 24 kasus pada tahun 2023. “Beberapa negara bagian AS menunjukkan komitmen mengerikan terhadap vonis mati dan niat kejam untuk menghilangkan nyawa,” ucap Agnes Callamard. 

“Negara bagian Alabama secara memalukan menggunakan metode baru, asfiksia nitrogen yang belum teruji untuk mengeksekusi Kenneth Smith awal tahun ini, hanya 14 bulan setelah upaya eksekusi yang gagal,” kata Callamard melanjutkan.

Sementara untuk vonis mati oleh hakim di tingkat global, angkanya juga bertambah. Amnesty International mencatat 2.428 vonis mati pada tahun 2023. Angka itu meningkat 20 persen dari 2.016 vonis yang diketahui terjadi pada tahun 2022. Angka tahun 2023 menunjukkan jumlah tertinggi sejak tahun 2018, ketika 2.531 vonis dijatuhkan. 

Tangkapan layar, infografis laporan Amnesty International, negara dengan jumlah kasus eksekusi mati terbanyak hingga terendah/Amnesty International
Tangkapan layar, infografis laporan Amnesty International, negara dengan jumlah kasus eksekusi mati terbanyak hingga terendah/Amnesty International

Eksekusi di Asia Pasifik masih tertinggi  

Amnesty International menyebut, Asia-Pasifik tetap menjadi kawasan dengan jumlah eksekusi mati tertinggi di dunia. Mereka meyakini jumlah eksekusi mati di Tiongkok melebihi gabungan eksekusi negara lain, dengan ribuan orang divonis mati dan dieksekusi pada tahun 2023. 

Amnesty International mencatat 948 vonis mati baru di Asia-Pasifik pada tahun lalu, meningkat 10 persen dari jumlah 861 vonis di tahun 2022. Karena kerahasiaan negara, angka-angka ini tidak mencakup ribuan orang yang diyakini telah dieksekusi di Tiongkok, yang tetap menjadi negara dengan jumlah eksekusi tertinggi di dunia. 

Begitu juga dengan dua negara Asia-Pasifik lainnya yang disebut punya kasus eksekusi mati tertinggi setelah Tiongkok. Eksekusi dalam jumlah besar juga terjadi di Korea Utara dan Vietnam. “Namun ketatnya kerahasiaan di dua negara tersebut menghalangi penentuan angka yang akurat,” ungkap laporan Amnesty International.

Vonis mati di Indonesia masih langgeng

Sementara, Indonesia menurut Amnesty International tidak termasuk negara yang menerapkan eksekusi mati dalam beberapa tahun terakhir. Eksekusi mati terakhir diterapkan di Tanah Air pada Juli 2016. Kendati demikian vonis mati masih banyak dijatuhkan oleh hakim-hakim di Indonesia. 

Amnesty International mencatat setidaknya terdapat 114 orang mendapat vonis mati pada tahun 2023, bertambah dua vonis dari tahun sebelumnya. Sebanyak 86 persen di antaranya terkait kasus narkotika. Bahkan tahun 2024 ini, pengadilan di Indonesia masih menjatuhkan vonis mati. 

Terbaru, Pengadilan Tinggi Medan pada 21 Mei 2024 menjatuhkan vonis mati kepada dua orang, masing-masing berinisial RS dan M, yang sama-sama terjerat kejahatan narkotika. Sebelumnya, RS dan M dihukum penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Kisaran pada 13 Maret 2024. 


Dukung kami

Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


“Indonesia memang tidak melakukan eksekusi mati dalam beberapa tahun terakhir, tapi sangat disayangkan bahwa pemberian hukuman mati masih terus terjadi di meja hijau,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.   

Usman menuturkan beberapa alasan mengapa vonis mati sudah tidak pantas dijatuhkan. Itu karena hukuman mati dianggap merupakan praktik pelanggaran HAM yang paling ekstrem. Yaitu hak untuk hidup. Setiap orang berhak atas hidup, dan hak ini menurutnya tidak boleh dicabut.  

“Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan vonis mati tidak efektif dalam mencegah kejahatan, termasuk kejahatan narkotika. Data Amnesty International menunjukkan anggapan vonis mati dapat menekan kejahatan sama sekali tidak terbukti,” Usman menerangkan.   

Amnesty International menentang vonis dan eksekusi mati dalam semua kasus tanpa kecuali, terlepas dari sifat kejahatan, kesalahan, atau karakteristik lain dari individu, atau metode yang digunakan oleh negara untuk melaksanakan hukuman ini.    

“Amnesty International tidak anti-hukuman. Kami sepakat segala bentuk kejahatan di bawah hukum internasional harus dihukum seberat-beratnya. Namun vonis mati bukanlah hukuman yang manusiawi,” lanjut Usman.   

“Ketimbang menjatuhkan vonis mati, lebih baik indonesia memperbaiki sistem peradilan dan sistem pemasyarakatan, untuk memastikan setiap pelaku kejahatan mendapatkan hukuman yang adil sesuai kejahatan yang dilakukan.”

Laporan Amnesty International tentang hukuman mati 2023/2024 dapat diakses di tautan berikut: https://www.amnesty.id/wp-content/uploads/2024/05/052824_FIN_INA_DP-Report.pdf.


Sahrul Ramadan

Sahrul Ramadan adalah editor Bollo.id. Mengurus rubrik fokus, berita terbaru, dan ceritaan.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

Skip to content