Salah satu adegan pada teater Waktu Batu. Rumah yang Terbakar yang menunjukkan silang media. Foto: Agus Linting
Salah satu adegan pada teater Waktu Batu. Rumah yang Terbakar yang menunjukkan silang media. Foto: Agus Linting

“Waktu Batu Rumah yang Terbakar”

Berbeda dengan Waktu Batu sebelumnya, pertunjukan kali ini mengangkat ekspresi duka ekologis (ecological grief) dengan merujuk pada rasa sedih, akibat kepunahan ekosistem yang sedang dan yang akan terjadi di masa depan, sebagai dampak dari perubahan lingkungan dan modernitas.

Makassar – Bollo.id – Untuk kali pertama, Garasi Performance Institute mempertunjukkan sebuah teater “Waktu Batu. Rumah yang Terbakar (WB.RyT)” di Kota Makassar. Teater itu ditampilkan di Benteng Fort Rotterdam, pada 5 dan 6 Desember 2023.

Karya ini dipersembahkan oleh Direktorat Perfilman, Musik, dan Media – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, dan didukung oleh EPSON Indonesia; Rumata’ ArtSpace; Kala Teater; Siku Ruang Terpadu; Jam Kerja; dan RIWANUA.


Baca juga laporan mendalam tentang krisis iklim: ‘Lebih Banyak Hilang daripada yang Tinggal’


Berbeda dengan Waktu Batu sebelumnya, pertunjukan kali ini mengangkat ekspresi duka ekologi (ecological grief) dengan merujuk pada rasa sedih, akibat kepunahan ekosistem yang sedang dan yang akan terjadi di masa depan, sebagai dampak dari perubahan lingkungan dan modernitas. 

Teater yang juga digelar di Jakarta dan Jogja ini digarap melalui sudut pandang lintas generasi, dengan memadukan pertunjukan silang-media antar teater, video gim, dan sinematografi yang apik. 

“Melalui persembahan pertunjukan silang media ini, diharapkan mampu membuka sudut pandang dari berbagai generasi tentang dampak perubahan iklim maupun modernitas. Alhasil, setiap generasi memiliki pendapatnya secara objektif,” ujar Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik, dan Media, Kemendikbudristek.

Versi keempat Waktu Batu kali ini ditulis oleh Ugoran Parasad dan disutradai oleh Yudi Ahmad Tajudin, berkolaborasi dengan seniman-seniman lintas disiplin seperti Majelis Lidah Berduri, Mella Jaarsma, Deden Bulqini, Tomy Herseta, Tri Rimbawan, Yennu Ariendra, Retno Ratih Damayanti, Luna Kharisma, A. Semali, dan melibatkan para performer lintas generasi seperti, Andreas Ari Dwiyanto, Erythrina Baskorowati, Arsita Iswardhani, Tomomi Yokosuka, Enji Sekar, Wijil Rachmadhani, Putu Alit Panca Nugraha, Syamsul Arifin, Putri Lestari.

Lelaki yang juga pernah menyutradai “Setelah Lewat Djam Malam” ini menyatakan bahwa melalui karya WB.RyT, Garasi Performance Institute ingin membuka ruang diskusi tentang watak dan artikulasi ekologis selatan dunia.

“Termasuk pertanyaan atas praktik macam apa yang perlu dilakukan,” sambung Ugoran. “Puisi macam apa yang perlu dituliskan, dan duka (atau bahkan murka) macam apa.”

Waktu Batu. Rumah yang Terbakar di Fort Rotterdam, Makassar Selasa (5/12). Foto: Pute/Bollo.id

Dalam melihat proyek panjang Waktu Batu yang dimulai sejak 2001, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Hilmar mendukung penuh pertunjukan ini sebagai bentuk semangat lintas media juga penanda penting dari praktik seni hari ini. “Saya berharap selain di Makassar, WB.RyT juga bisa disaksikan penonton di kota-kota lain di Sulawesi Selatan.”

Sementara itu, Shinta Febriany, co-founder Kala Teater, turut mengungkapkan apresiasinya. “Bahwa ini adalah kesempatan baik untuk menyaksikan karya teater yang dikerjakan dengan perspektif artistik dan tematik yang bernuansa kontemporer,” katanya.

Rachmat Hidayat Mustamin, Direktur Program dan Kemitraan Rumata’ ArtSpace, takjub dengan gagasan-gagasan yang ditawarkan Teater Garasi yang memadukan film, teater, dan gim ke dalam satu pertunjukan teater. “Sebagaimana misalnya ketika saya menonton pertunjukan Teater Garasi, saya mau terlibat dan mengalami sebuah pertunjukan yang aneh dan mungkin kadang-kadang sureal,” katanya.

“Dan saya mau hadir menjadi bagian dari pertunjukan itu.”

Sebelumnya, Garasi Performance Institute mengadakan pemutaran dokumentasi dan diskusi “Waktu Batu” yang berlangsung selama tiga hari sebelum pementasan (1-3 Desember) di Riwanua, kompleks Perumahan Dosen Universitas Hasanuddin.

Kegiatan tersebut menghadirkan Sutradara, Yudi Ahmad Tajudin, Asisten Sutradara, Luna Kharisma, dan Penulis Naskah, Ugoran Prasad sebagai pembicara, dan melibatkan peserta dengan latar belakang yang beragam, mulai dari pegiat seni hingga sastrawan.

“Sebenarnya, Waktu Batu ke-4 ini berbeda sekali dengan Waktu Batu 1, 2, dan 3. Kalau yang kemarin itu ceritanya berlanjut, di karya ke-4 ini kami menggarap sesuatu yang baru. Jadi korelasi keempat ini tidak fair dengan sebelumnya,” kata Yudi.


Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Putri Ayu Lestari

Putri Ayu Lestari adalah jurnalis multimedia di Bollo.id.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Berita Terbaru

Skip to content