Sumatran elephant calf (Elephas maximus sumatrensis) Lisa and its mother from Tesso Nilo National Park, Riau, Indonesia/worldwildlife.org
Sumatran elephant calf (Elephas maximus sumatrensis) Lisa and its mother from Tesso Nilo National Park, Riau, Indonesia/worldwildlife.org

Korupsi Menjadi Penyebab Utama Konflik Antara Manusia dengan Satwa Liar di Sumatera

Aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat, pembunuhan akibat konflik dengan manusia dan perburuan menjadi ancaman serius

Bollo.id — Transmigrasi yang tidak terkonsep dengan baik untuk dampak lingkungan jangka panjang, menjadi penyebab utama satwa liar dilindungi di Sumatera makin terdesak dan rawan punah. 

Menurut Singky Soewadji, Pemerhati Satwa Liar sekaligus Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI), Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatrensis) dan Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) menjadi korban yang paling fatal.

Pada tahun 1982, ratusan gajah Sumatera masuk dan terperangkap di sebuah desa transmigran Air Sugihan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. “Kala itu populasi Gajah Sumatera diperkirakan lebih dari sepuluh ribu individu,” keterangan dalam tulisan Singky Soewadji yang diterima redaksi Bollo.id, Rabu, 15 Mei 2024.

Kondisi populasi Gajah Sumatera pada 2007 teridentifikasi sebanyak 2800-4800 individu, dan data terakhir pada 2021 populasi Gajah Sumatera tersisa sebanyak 924-1359 Individu. Banyak faktor yang mengakibatkan penurunan populasi Gajah Sumatera semakin tak terkendali. 

Aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat, pembunuhan akibat konflik dengan manusia dan perburuan menjadi ancaman serius yang mempengaruhi kelestarian satwa liar ini.


Dukung kami

Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.

Donasi melalui: bit.ly/donasibollo


Berawal dari kepanikan masyarakat transmigran, Presiden Soeharto membentuk Tim Penyelamatan Gajah Sumatera yang diberi nama Operasi Ganesha. Dulunya sekitar kawasan tersebut merupakan habitat dari Gajah Sumatera, paniknya masyarakat saat itu karena Gajah Sumatera berhasil memporak porandakan perkebunan mereka penduduk transmigran.

Mereka melapor kepada pihak militer kala itu. Ternyata kabar terkait Gajah Sumatera tersebut sampai ke telinga Presiden Soeharto. Kala itu Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dijabat oleh Emil Salim. Sekarang gelar lengkapnya Prof. H. Emil Salim, S.E., M.A., Ph.D. 

Awalnya puluhan tentara berencana menembak ratusan gajah Sumatera yang berjumlah 242 ekor itu. Namun, Presiden Soeharto memerintahkan Brigjen Try Sutrisno sebagai panglima Kodam IV Sriwijaya ketika itu untuk tidak melakukan penembakan melainkan memindahkan ratusan Gajah Sumatera itu ke tempat lain. 

Perintah ini dinamakan sebagai Operasi Ganesha

Operasi yang terkesan cukup gila ini segera dijalankan, satuan tugas Operasi Ganesha ini dipimpin oleh Letkol I Gusti Kompyang (IGK) Manila, seorang perwira POM/Polisi Militer, alumni dari Operasi Dwikora.

Operasi Ganesha ini terdiri dari 400 orang yang bertugas memindahkan ratusan Gajah Sumatera sejauh 70 km dari Air Sugihan ke Lebong Hitam, Lampung. Medan dari rute pemindahan ini cukup berat, sehingga harus diawali dengan pembuatan jalur beserta pagar untuk dilewati ratusan Gajah Sumatera.

Satgas Operasi Ganesha ini terdiri dari beberapa tim seperti kesehatan, angkutan, teritorial, penerangan, logistik, komunikasi penggiring, zeni, pengamanan personel, evaluasi, dan tim udara yang dilengkapi dengan helikopter untuk membantu tim penggiring.

Sebuah komposisi satgas lengkap yang membuat kagum para pers asing yang ikut meliput operasi ini. Hal ini terbilang cukup unik di mata mereka, karena satgas ini dibentuk untuk operasi penyelamatan Gajah Sumatera bukan operasi militer.

Singky Soewadji, Pemerhati Satwa Liar dan Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI)/Bollo.id
Singky Soewadji, Pemerhati Satwa Liar dan Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI)/Bollo.id

Ratusan Gajah beserta anggota satgas harus melewati rawa, hutan, serta sungai yang sangat lebar. Meskipun begitu para kawanan Gajah sangat teratur dalam operasi ini. Sejak reformasi aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat makin menjadi, terlebih di era Zulkifli Hasan menjabat sebagai Menteri Kehutanan.

Izin pelepasan kawasan hutan menjadi perkebunan paling banyak terjadi pada era Menteri Kehutanan dijabat Zulkifli Hasan, dalam rentang 2004-2017. Deforestasi atau hilangnya hutan alam di Tanah Papua saja (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) dalam dua dekade terakhir sudah menyentuh angka 663.443 hektare. 

“Salah satu pemicu terbabatnya hutan alam di Tanah Papua itu adalah disebabkan banyaknya kawasan hutan yang dilepaskan menjadi areal penggunaan lain (APL).”


Baca juga:


Dari analisis data yang dilakukan Yayasan Auriga Nusantara, setidaknya terdapat kurang lebih 72 Surat Keputusan (SK) Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) yang diterbitkan di Tanah Papua, dalam rentang waktu 1992 hingga 2019. 

Dari 72 SK PKH tersebut total kawasan hutan yang dilepaskan seluas 1.549.205,46 hektare. Penerbitan 72 SK tersebut dilakukan oleh 8 Menteri Kehutanan. Bila ditanya pada era menteri siapa SK PKH paling banyak dikeluarkan ?

Maka nama Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan akan muncul di peringkat pertama, dengan jumlah SK PKH yang diterbitkan sebanyak 37 SK. Luas areal kawasan hutan yang dilepaskan oleh Menteri Kehutanan yang menjabat pada 2009 hingga 2014 itu adalah seluas 887.113 hektare.

Di peringkat kedua, diduduki oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya (2014-sekarang). Di era Menteri Siti Nurbaya, jumlah SK PHK yang diterbitkan sebanyak 15 SK. Dengan total luas kawasan hutan yang dilepaskan seluas 254.455 hektare. Menteri Kehutanan yang banyak mengeluarkan SK PKH selanjutnya adalah Menteri MS. Kaban (2004-2009) sebagai juara ketiga. 

Jadi janganlah heran bila pembunuhan satwa liar akibat konflik dengan manusia dan perburuan menjadi ancaman serius yang mempengaruhi kelestarian satwa liar ini tidak mendapat perhatian serius dari pejabat terkait termasuk presidennya.

Sejak era reformasi, korupsi menjadi penyebab utama konflik antara manusia dengan Satwa Liar. “Kau Peduli, Aku Lestari”.


Singky Soewadji

Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI).

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Essay

Skip to content