Bollo.id — Indonesia dianugerahi dengan kekayaan alam yang melimpah dan tersebar di berbagai daerah. Salah satunya di Dusun Bungaeja, Desa Tukamasea, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Hampir di setiap wilayah memiliki hasil komoditas unggulan terbaiknya, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Aktivitas pertanian di Dusun Bungaeja didominasi di lahan basah atau sawah dan juga di lahan kering atau di kebun.
Areal pertanian lahan basah dapat dijumpai mulai dari gerbang masuk Dusun Bungaeja sampai dengan di areal sekitar kolam wisata. Sedangkan untuk aktivitas pertanian di lahan kebun banyak didapati di sebelah utara dusun mulai di Kampung Cedde sampai di Lambatorang.
Sumber air dari aktivitas pertanian ini berasal dari aliran sela-sela batuan karst yang mengelilingi Dusun Bungaeja. Untuk masa tanam di lahan sawah sendiri ada yang bisa sampai 2 kali tanam, tergantung posisi lahannya.
Namun lahan persawahan yang tidak mendapatkan pasokan air yang maksimal biasanya akan tetap dibiarkan kosong ataupun ditanami jenis komoditi lain.
Baca juga artikel tentang Bungaeja lainnya:
- Toponimi Bungaeja
- Pentingnya Merawat Sumber Mata Air di Bungaeja
- Menggali Pengetahuan Lokal Bulu Kamase dan Sumber Alamnya untuk Warga
Sedangkan untuk aktivitas pertanian di lahan kering yang ada di Dusun Bungaeja biasanya ditanami tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, timun dan lain-lain. Kebutuhan airnya pun bergantung dari aliran yang mengalir di sungai. Atau jika jarak kebunnya jauh dari sungai, biasanya mengandalkan air tadah hujan.
Saat menyusuri Dusun Bungaeja, saya melihat beberapa lahan kebun yang sudah sangat terbuka. Mungkin sinar matahari yang masuk sudah lebih dari 80 persen. Berbeda dengan lahan perkebunan yang ada di sekitarnya.
Saat mencoba mengunjungi lokasi tersebut, saya melihat banyak jenis tanaman yang tumbuh di sana. Adapun yang mendominasi adalah tanaman porang. Yah, porang merupakan salah satu jenis tanaman yang beberapa tahun lalu menjadi primadona masyarakat di sini.
Bagaimana tidak, harganya yang tinggi dan keberadaannya yang mudah ditemui di kawasan hutan karst menjadi incaran banyak orang. Sampai-sampai banyak orang yang mencari tanaman ini dan menanamnya kembali di lahan kebun mereka.
“Sengaja saya tebang pohon-pohon besar yang ada di kebun ini, hasil penebangannya saya jual dan sebagian lainnya saya jadikan pondok kecil untuk beristirahat,” kata warga setempat sekaligus pemilik lahan.
Lagipula katanya, jika akan menanam tanaman lalu sinar matahari tidak maksimal, maka tanaman juga akan sulit untuk tumbuh. “Untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman pun saya bikin sendiri,” ungkapnya.
“Saya pakai pupuk kandang,” sambil menunjuk tumpukan yang ditutupi terpal berwarna biru. “Itu sana pupuknya, saya pakai kotoran sapi baru ditambah M4, kalau sudah masak dan sudah mau menanam, biasanya saya kasih dulu di tanah yang mau ditanami.”
Ditempat lain pun, saya bertemu dengan salah satu petani. Namanya Jamaluddin. Dia juga memiliki lahan di sekitar areal karst. Sekitar 15 menit berjalan kaki kalau dari rumahnya. Saat ini, dia sedang menanam cabai di kebunnya.
Menurutnya hasil panen itu untung-untungan, kalau harganya tinggi, maka petani juga tentu gembira. “Tapi kalau harganya rendah yah mau tidak mau, harus bagaimana lagi, daripada tidak dapat apa-apa,” kata Jamaluddin.
Untuk kebutuhan pupuknya pun, dari hasil racikan sendiri. Ia sudah tidak beli lagi pupuk. “Ada pupuk cair yang sudah saya siapkan di kebun, hanya itu yang saya pakai. Sesekali saya juga kasi kascing,” Jamaluddin menerangkan.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Pertumbuhannya sangat bagus, namun kendalanya adalah serangan penyakit karena mungkin cuaca yang tidak menentu. Kadang hujan, kadang sekali panas. Hal itu menurutnya bisa mengganggu pertumbuhan tanaman. “Itu jugami tantangannya,” ucap Jamaluddin.
Bicara aktivitas pertanian, rata-rata masyarakat yang tinggal di sekitar karst bekerja sebagai petani, beberapa orang juga memiliki hewan ternak seperti sapi. Kebutuhan air dan pupuk di lahan menjadi salah satu faktor penting.
Air yang cukup jika tanaman tidak diberi pupuk juga akan sulit tumbuh. Persoalannya bukan pada tanaman, tetapi pada tanah yang ditumbuhi tanaman tersebut. Mungkin kandungannya sudah mulai berkurang, akibat penggunaan pestisida yang besar-besaran.
Akibatnya, sebagai petani kadang tidak menyadari antara pengeluaran di masa tanam sampai pemanenan biasanya berbanding lurus dari apa yang didapat. Sudah tidak bicara untung rugi lagi, yang pastinya kebutuhan hidup masih bisa tetap terpenuhi.
Editor: Sahrul Ramadan