Bollo.id — Festival Desa Kota 2024 yang digelar 6-8 Desember di Bumi Perkemahan Ragunan, Jakarta, menjadi ruang pertemuan unik antara desa dan kota. Acara ini bukan sekadar untuk mengenang kehidupan bersahaja di pedesaan, tetapi juga untuk merancang masa depan yang berkelanjutan.
Mengusung tema kolaborasi, festival ini menekankan bagaimana desa dan kota saling terhubung sebagai ekosistem yang saling mendukung.
Dalam festival ini, “desa” dibawa ke Jakarta untuk memperlihatkan bahwa kehidupan pedesaan bukan hanya tentang tradisi, tetapi juga sumber solusi inovatif untuk tantangan global seperti perubahan iklim dan krisis pangan.
Jakarta, sebagai pusat regulasi dan inovasi, menjadi tempat strategis untuk membuka dialog antara dua dunia yang sering dianggap terpisah—desa dan kota. Nirwana dan Azwar Ramdhan, dua orang muda yang mewakili Gerakan Pertanian Alami dan Akar Tani, turut ambil bagian dalam festival ini.
Mereka berbagi cerita dan pengalaman dari desa mereka di Sulawesi Selatan, seperti penerapan pertanian alami di pekarangan rumah dan pengembangan agroforestri kopi di dataran tinggi.
Cerita mereka menggambarkan bagaimana praktik berkelanjutan di desa dapat menginspirasi kota untuk menghadirkan solusi yang lebih hijau dan inklusif.
Festival ini juga menjadi ajang untuk mengimajinasikan masa depan kolaborasi desa-kota. Melalui sesi berbagi inspirasi, pameran produk lokal, pameran foto, pemutaran film 17 surat cinta dan dialog kebijakan, peserta diajak untuk merancang konsep kesejahteraan yang mengintegrasikan potensi desa dengan inovasi kota.
Gerakan Terorganisir untuk Membebaskan Keluarga Petani
Pada sesi berbagi pengalaman, Nirwana bercerita tentang Gerakan Pertanian Alami di Bentang Alam DAS Balantieng, Kabupaten Bulukumba. Menurut Wana, sapaan akrab Nirwana, benih buatan pabrik, penggunaan pupuk dan pestisida kimia telah menjerat petani hingga tingkat akut.
Benih padi dan jagung lokal banyak yang tidak lagi bisa dijumpai, akibatnya petani sudah sangat bergantung pada sarana produksi pertanian buatan pabrik.
Wana bilang, “Penggunaan bahan kimia dalam pertanian, seperti pupuk urea, fosfat, dan nitrat, berdampak negatif pada lingkungan dan kesehatan. Pupuk kimia memang membantu tanaman tumbuh lebih cepat, tetapi penggunaannya secara berlebihan merusak tanah.”
Zat asam seperti asam klorida dan asam sulfat yang terbentuk di tanah melarutkan mineral penting dan membuat tanah menjadi padat dan keras. Tanah yang keras kehilangan porositasnya, sehingga air sulit meresap dan sirkulasi udara terganggu. Akibatnya, tanah menjadi kurang subur dan tanaman semakin tergantung pada pupuk.
Peningkatan keasaman juga membunuh mikroorganisme penting di tanah, seperti bakteri pengikat nitrogen dan jamur yang membantu menjaga keseimbangan ekosistem tanah. Tanpa mikroorganisme ini, tanah kehilangan kemampuan alaminya untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Bollo.id adalah media independen dan tidak dikuasai oleh investor. Sumber keuangan kami tidak berasal dari industri ekstraktif atau pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan industri tersebut. Dukung kami dengan berdonasi, agar bollo.id terus bekerja demi kepentingan publik.
Donasi melalui: bit.ly/donasibollo
Selain merusak tanah, pupuk kimia mencemari air. Nutrisi berlebih dari pupuk yang terbawa air hujan mengalir ke sungai dan danau, menyebabkan pertumbuhan alga yang tidak terkendali (alga bloom).
Alga bloom menurunkan kadar oksigen di air dan melepaskan racun, yang membahayakan ikan dan makhluk air lainnya. Jika dibiarkan, perairan bisa berubah menjadi zona mati, di mana tidak ada makhluk hidup yang bisa bertahan.
Dampaknya tidak berhenti di situ. Nitrogen dari pupuk kimia dapat meresap ke air tanah dan mencemari pasokan air bersih. Manusia yang mengonsumsi air atau makanan yang terkontaminasi nitrogen berisiko mengalami gangguan kesehatan, seperti keracunan atau penyakit kronis.
Oleh karena itu, penggunaan bahan kimia dalam pertanian perlu dikurangi. Alternatif seperti pupuk organik dan metode pertanian ramah lingkungan dapat membantu menjaga kesuburan tanah, melindungi ekosistem, dan menghindari risiko kesehatan.
“Diperlukan gerakan yang terorganisir untuk membebaskan keluarga petani dari ketergantungan pupuk kimia,” menurut Wana.
Melalui Inisiatif Bersama Pemulihan dan Perlindungan Ekosistem DAS Balantieng yang mendapatkan dari hibah kecil dari Global Environment Facility, Gerakan Pertanian Alami menghimpun perempuan di desa Baji Minasa, memanfaatkan pekarangan rumah untuk mendukung pangan keluarga melalui penerapan pertanian alami.
Program ini menggerakkan 200 rumah tangga secara terorganisir menerapkan pertanian alami di pekarangan masing-masing. Wana meyakini, ancaman krisis pangan sebagai dampak serius krisis iklim bisa diantisipasi dengan mengembangkan pertanian alami.
Agroforestri di Dataran Tinggi
Melanjutkan pemaparan Wana, Azwar Ramdhan yang akrab disapa Tobo menjelaskan bahwa di dataran tinggi bentang alam DAS Balantieng, upaya membebaskan petani dari jeratan pupuk dan pestisida kimia dijalankan dengan mengembangkan agroforestri kopi.
Kopi dipilih sebagai tanaman utama karena potensinya yang besar secara ekonomi. Kopi, tanaman tropis yang hanya tumbuh di sabuk khatulistiwa, memiliki pasar global yang sangat besar. Sebagai minuman paling banyak dikonsumsi setelah air mineral, kopi memiliki peluang pasar yang menjanjikan.
Bahkan, Indonesia saat ini menjadi eksportir kopi terbesar ketiga di dunia. Namun, realitas di lapangan menunjukkan harga kopi di tingkat petani masih rendah, sehingga kopi belum menjadi tanaman yang diutamakan.
Untuk mengatasi hal ini, Akar Tani mendorong petani memanfaatkan kebun mereka secara maksimal melalui sistem agroforestri. Sistem ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan.
Menurut Tobo, langkah pertama yang harus diperhatikan petani adalah pemilihan bibit kopi berkualitas. “Bibit harus jelas asal-usulnya, jenis kopinya diketahui, dan proses pembibitannya dilakukan dengan baik.”
Setelah ditanam, tanaman kopi membutuhkan perawatan rutin, seperti membersihkan gulma dan melakukan pemangkasan untuk memastikan tanaman tetap sehat. Kopi hanya memerlukan 40 persen cahaya matahari, sehingga membutuhkan tanaman naungan.
Artinya, menanam kopi juga berarti menanam pohon untuk memberi perlindungan. Pohon naungan tidak hanya membantu menjaga suhu di sekitar tanaman kopi tetapi juga meningkatkan keberlanjutan lahan.
Jarak ideal antar tanaman kopi adalah 3 meter, sehingga di sela-sela tanaman kopi masih bisa ditanami tanaman lain seperti cabai, tomat, dan daun bawang. Panen buah kopi harus dilakukan dengan cermat, hanya memetik buah matang berwarna merah.
Setelah itu, buah kopi disortir menggunakan cara sederhana, direndam di air. Buah kopi yang mengapung biasanya menandakan kualitasnya kurang baik dan perlu disisihkan. Proses ini berlanjut dengan pengupasan kulit buah menggunakan mesin depulper, yang menghasilkan kopi gabah (parchment).
Gabah kopi yang masih diselimuti lendir dicuci dengan air, lalu dijemur di dry green house. Untuk memastikan kualitas pengeringan, meja pengeringan dibuat dengan standar tinggi 80 cm dari tanah dan dilapisi rangka berlubang.
Proses pengeringan ini dilakukan secara hati-hati dengan pengadukan rutin agar kadar air kopi mencapai 12 persen secara merata. Selanjutnya, kopi gabah diolah dengan proses hulling untuk memisahkan biji kopi dari kulitnya, menghasilkan biji kopi beras (green bean).
Biji kopi ini kemudian disortir lagi untuk menghilangkan cacat akibat hama, jamur, atau kerusakan selama proses pengolahan. Hasilnya adalah kopi dengan kualitas Grade 1, yang memiliki nilai cacat minimal.
Proses pengolahan ini menggunakan metode semi-wash, yaitu mencuci kopi dengan sedikit air, serta dry hulling, di mana kopi gabah dikeringkan terlebih dahulu sebelum dipisahkan menjadi green bean. Semua tahapan ini sangat penting karena hasil akhir akan menentukan kualitas, harga, dan penerimaan pasar.
Mendampingi Petani Kopi di Sinjai
Sejak 2016 hingga 2020, Akar Tani mendampingi petani kopi di dua kecamatan di Kabupaten Bantaeng. Upaya ini berhasil meningkatkan kualitas produksi kopi lokal, dari perawatan tanaman hingga proses pascapanen.
Dengan hasil yang positif di Bantaeng, Koperasi Akar Tani kini memperluas programnya ke Kabupaten Sinjai. Di Sinjai, Akar Tani menjadi bagian dari Inisiatif Balantieng, dengan program pendampingan yang difokuskan pada empat desa: Batu Belerang, Bonto Tengnga, Barania, dan Gunung Perak. Selama satu tahun, Akar Tani akan memberikan pelatihan kepada petani, membangun kebun contoh, dan memfasilitasi akses ke pasar.
Program ini bertujuan untuk membantu petani mengadopsi sistem agroforestri kopi yang berkelanjutan, sehingga produktivitas dan kualitas kopi dapat meningkat secara signifikan.
Agroforestri kopi adalah sistem yang tidak hanya menghasilkan kopi berkualitas tinggi tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem.
Dengan menanam kopi bersama pohon naungan dan tanaman sela seperti cabai dan tomat, petani dapat memanfaatkan lahan secara optimal tanpa merusak lingkungan.
Pohon naungan yang ditanam tidak hanya melindungi kopi dari sinar matahari berlebih, tetapi juga berperan dalam menyerap karbon, menjaga kelembaban tanah, dan mendukung keberadaan keanekaragaman hayati.
Pendekatan ini memberikan manfaat ganda. Dari sisi ekonomi, petani dapat meningkatkan pendapatan mereka karena kopi berkualitas tinggi dihargai lebih baik di pasar. Dari sisi lingkungan, sistem ini membantu menjaga kelestarian alam, terutama di wilayah-wilayah dataran tinggi yang rentan terhadap degradasi lahan.
Akar Tani percaya bahwa pertanian berkelanjutan adalah solusi nyata untuk mengatasi tantangan krisis iklim dan ketidakstabilan ekonomi lokal. Dengan keberhasilan di Bantaeng dan Sinjai, agroforestri kopi menjadi model yang dapat dipraktekkan oleh komunitas petani di daerah lain.
Program ini menunjukkan bahwa praktik pertanian yang berkelanjutan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan.
Menuju Masa Depan Desa dan Kota
Festival Desa Kota 2024 bukan hanya sekadar ruang pertemuan, tetapi juga sebuah panggung yang menegaskan pentingnya harmoni antara desa dan kota.
Kolaborasi yang terjalin selama festival ini tidak hanya menyoroti potensi besar seperti Inisiatif Balantieng dengan agroforestri kopi dan pertanian alami, tetapi juga menjadi pengingat bahwa solusi global untuk pangan dan krisis iklim sering kali inisiatif bersama yang berakar tradisi kolektif di pedesaan.
Dengan semangat untuk memperkuat koneksi desa-kota, festival ini mengajarkan bahwa harmoni antara tradisi pedesaan dan inovasi perkotaan bukanlah hal yang mustahil. Ini adalah visi kolektif menuju masa depan yang lebih hijau, berkelanjutan, dan sejahtera bagi semua.
Dari desa ke kota, dari akar hingga kanopi, Festival Desa Kota 2024 menjadi langkah besar dalam menghidupkan mimpi-mimpi tentang keberlanjutan dan keadilan sosial.
Semangat kolektif ini akan terus bergema, menginspirasi lebih banyak orang untuk menjadikan praktik berkelanjutan seperti agroforestri kopi dan pertanian alami sebagai bagian tak terpisahkan dari strategi global dalam menghadapi tantangan masa depan.
Sebab, sebagaimana yang diajarkan oleh tanah, kopi, dan tangan-tangan petani, masa depan selalu dimulai inisiatif bersama yang penuh makna.
Editor: Sahrul Ramadan