Chiesta membentuk alis saat berias diri sebelum acara perayaan hari HAM di Makassar, Sulawesi Selatan, (11 /12)/Iqbal Lubis.
Chiesta membentuk alis saat berias diri sebelum acara perayaan hari HAM di Makassar, Sulawesi Selatan, (11 /12)/Iqbal Lubis.

Kehidupan Seorang Drag Queen di Kota Makassar 

Chieztha menjadi juara 4 di panggung Bali Jo, yang diganyang sebagai ajang tertinggi drag queen.

Jalan beton di sebuah gang kecil di pusat kota Makassar belum kering. Saya sedang mencari rumah seorang transpuan. Bertanya pada seorang ibu paruh baya yang berjalan di sisi jalan. “Oh rumahnya Dede itu,” katanya sembari menunjukkannya pada saya. “Di ujung (jalan) ada motor di depannya. Baru saja dia dari sini.”  

Rumah itu berukuran 3 x 6 meter. Ruang tamunya kecil dan kami mengobrol dalam kamar. Dinding kamar disekat dengan tripleks berwarna biru. Di dalamnya ada satu ranjang ukuran dua orang. Sebuah lemari pakaian dua pintu. Ini lah ruang kesukaan Dede, tempat yang sangat personal. 

Dia punya tiga nama. Saya mengenal nama Dede dari ibu yang saya temui di jalan. Nama itu adalah sapaannya di sekitar rumah. Namun, saya lebih mengenalnya dengan nama Chieztha Mabua. Sementara panggilannya di rumah adalah Acan. 

Berikutnya saya akan menggunakan nama Chieztha, sebagai penghormatan atas pilihannya. 

Chieztha berusia 20 tahun. Dia ramah dan gemar bercanda. Dia bekerja sebagai drag queen atau seorang penyanyi lipsync yang bisa membuatmu “mabuk ketawa”. Terkadang dia melakukan gerakan akrobatik, melompat, atau bahkan salto, ketika sedang pentas di hadapan banyak orang.

Pada pertengahan Desember 2020, saya pertama kali menyaksikan pentasnya. Rasanya seperti menonton video klip Madonna, tapi dengan versi yang jauh lebih energik–dan atraktif. Beberapa orang berteriak penuh kegirangan. Suasana berubah begitu riuh. Orang-orang berdiri dari tempatnya duduk dan menyambutnya dengan gemuruh tepuk tangan. 

Di Makassar, Chieztha adalah diva penyanyi lipsync. Semua orang menunggunya dengan antusias jika tahu dia akan tampil dalam sebuah acara. Akun Instagramnya diikuti 1.834 followers, dan selalu ramai jika dia membuat siaran langsung, tentang persiapan konser atau bahkan hanya kegiatannya sehari-hari. 

Chiesta membentuk alis saat berdandan di sebelum acra perayaan hari HAM di Makassar, Sulwesi Selatan, (11 /12). Selain memliki banyak fans Chiesta juga dikenal teman-temannya dnegan orang yang ramah dan baik.
Chiezta sedang berdandan sebelum acara perayaan hari HAM di Makassar, Sulawesi Selatan, (11 /12)/Iqbal Lubis.

Chieztha mulai tertarik pada lipsync saat berusia 15 tahun. Berawal saat dia menyaksikan kontes fashion show transpuan di Makassar.  Dia kemudian semakin akrab dengan komunitas transpuan di kota ini. Hingga akhirnya, pelan-pelan dia mengembangkan minatnya. 

Awalnya, kata Chieztha, memang agak susah. Apa yang dialaminya hampir semua transpuan juga merasakannya. Ketika beranjak remaja dan mulai memperlihatkan pilihan gendernya sebagai transpuan, dia mendapatkan penentangan dari keluarga. “Dulu saya sembunyi-sembunyi, kalau dandan feminin. Tapi kalau ketahuan, saya dimarahi bahkan bisa kena pukul,” katanya. 

Tapi Chieztha, tak pernah surut. Dia sadar menjadi seorang transpuan bukanlah sesuatu yang bisa dibuat-buat. Ini adalah panggilan jiwa. Tidak seperti yang dipergunjingkan orang, bahwa mereka (LGBT) adalah penyakit yang bisa disembuhkan. 

Chieztha adalah anak pertama dari dua bersaudara. Usahanya yang keras dan kemauannya yang gigih akhirnya membuahkan hasil. Dia menjadi penyokong ekonomi keluarganya. Dia membantu Bapaknya menyediakan perlengkapan agar Mamaknya bisa terus menyiapkan makanan. Membayar uang listrik dan bahkan sekolah adiknya. Bahkan uang dari hasil manggungnya tak luput untuk membiayai keperluan dan iuran sekolahnya dibangku SMA. 

Foto semasa kecil Chiezta terpajang di dinding kamarnya. Sejak duduk di bangku SMP Chiezta telah memiliki hasrat feminim dan sejak itu pula ia mendapatkan banyak diskriminasi dari lingkungannya/Iqbal Lubis.

Orang tua yang awalnya menentang pun, kini membuka diri. Mereka menerima Chieztha, layaknya anak dan orang tua, tanpa harus mempermasalahkan gender dan ekspresinya. 

Akhirnya, tahun 2019 Chieztha menjadi juara 4 di panggung Bali Jo, yang diganyang sebagai ajang tertinggi drag queen. “Saya dukung penuh profesi anak saya, asalkan tidak melanggar hukum di negara ini” kata Bapaknya, pada saya.

“Kalau Acan (Chieztha) terlambat untuk manggung, saya yang antar ke tempat acaranya. Saya memang belum pernah melihat langsung Acan show. Tapi sekilas melihat anak saya yang punya mimpi di profesi itu.”

Chiezta punya mimpi besar. Kelak lipsnyc diakui sebagai hiburan dan menjadi hal yang sesungguhnya biasa di masyarakat, tak lagi lagi sebagai gunjingan, tapi sebagai sebuah profesi. Begitupun dia sebagai transpuan bisa dapat diterima di tengah masyarakat. 

“Ini pilihan anakku. Dia sudah besar dan tahu pilihannya sendiri,” kata Mamaknya. 

Chieztha memandang Mamaknya dan kemudian memegang rambutnya. “Mamak, kayaknya panjang-panjang saya liat lagi rambut ta’ ini,” katanya, menyudahi perbincangan kami. 


(Geser untuk melihat foto yang lain)


Foto dan naskah ini telah tayang di Tirto.id dan merupakan bagian dari Fellowship Meliput Isu Keragaman Gender dan Seksuali di Sulawesi Selatan oleh Komunitas Sehati Makassar.

Bollo.id kembali memuatnya dengan penyesuaian, atas izin Iqbal Lubis.

Iqbal Lubis

Iqbal Lubis adalah seorang jurnalis foto lepas di Kota Makassar.

Tinggalkan balasan

Your email address will not be published.

Terbaru dari Foto

Skip to content