Jamban berbentuk parit itu tertutup papan coklat. Di buka ketika Samsia dan keluarganya ingin buang air besar. Parit itu sepanjang empat puluh sentimeter, dengan ukuran toilet 2,25 meter persegi. Di dalamnya terdapat selang dan baskom berwarna hijau.
“Sudah sepuluh tahun kami tidak punya jamban,” ujar Samsia kepada saya, pada awal Desember 2023.
Jamban itu digunakan oleh lima orang. Mereka berdomisili di Kelurahan Banta-bantaeng, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar. Saat buang air besar, kotorannya langsung jatuh ke got yang ada di depan rumahnya. Menurut dia, tidak pernah tersumbat, langsung mengalir ke got selebar sekitar setengah meter.
“Memang sudah turun temurun kami lakukan,” kata dia. “Belum sampai ke kanal besar, tahinya pasti sudah hancur,” ucapnya sambil tersenyum.
Dulu, kata Samsia pernah dibuatkan tangki septik, tetapi longsor. Sebab, kondisi tanah di halaman rumahnya lembab, karena, dulunya adalah rawa-rawa yang ditimbun. Samsia mengatakan, pembangunan itu dia lakukan sendiri tanpa bantuan pemerintah.
Meski tak memiliki jamban dan tangki septik, ia mengaku tetap bersih. Sebab, proses pembersihannya menggunakan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar. Sehingga tidak khawatir terkontaminasi dengan kuman dari kotoran manusia. Semua proses yang dilakukan menurut dia sudah bersih.
“Kita cuci dengan air bersih,” tutur ibu enam anak ini. “Jadi, tidak ada penyakit.”
Baca laporan mendalam sebelumnya: Di Bawah Bayang Reklamasi
Situasi serupa terjadi di Kelurahan Mariso, Kecamatan Mariso. Masyarakat juga langsung membuang kotorannya ke kanal. Mereka sama sekali tidak memiliki tangki septik.
Lidyana, 45 tahun, mengatakan sejak Tahun 1986 tak memiliki tangki septik. Begitu juga masyarakat lain, yang tinggal di sepanjang bantaran kanal. Mereka tinggal memasang pipa dari jamban. Kemudian kotorannya langsung mengarah ke kanal dan bermuara ke pantai. Padatnya pemukiman menjadi kendala masyarakat untuk membuat tangki septik.
“Di sini ada 100 rumah tak punya tangki septik,” kata Lidyana.
Awalnya, tak ada rencana membangun tangki septik. Alasannya, ada kanal yang menampung kotoran masyarakat.
Wildan Setiabudi, Program Officer Water Sanitation and Hygiene UNICEF Perwakilan Makassar mengatakan banyaknya masyarakat tak memiliki sanitasi aman disebabkan beberapa faktor. Misalnya minim pemahaman dan sarana tak baik.
Ia pun mendorong agar Pemerintah Kota Makassar membuat kebijakan atau regulasi untuk sanitasi aman dan layak. “Pemahaman warga faktor utama. Jadi, kami kampanyekan masyarakat punya jamban sehat,” ucap Wildan.
Di Makassar, UNICEF mendampingi pengadaan sanitasi sejak Tahun 2008. Sebab, sanitasi tak aman berdampak bagi kesehatan. Anak-anak bisa terkena diare jika sanitasinya tak layak.
“Temuan kami ada anak terkena diare karena sanitasi yang tak baik,” kata dia.
Tahun 2022, penderita diare pada bayi meningkat drastis mencapai 4.306 orang. Jika dibandingkan Tahun 2021, penderita diare hanya 2.916 orang. Mereka ini tersebar di 47 Puskesmas di Makassar. Masih tingginya angka diare disebabkan karena sanitasi yang tak aman.
Karena itu, pemerintah harus menuntaskan proyek sanitasi sesuai komitmennya. Karena, masih ada masyarakat yang berak sembarangan. UNICEF pun bekerja sama dengan lembaga lain untuk membantu pemerintah mencapai targetnya.
“Itu tanggung jawab dari pemerintah untuk menuntaskannya.”
Kepala Bidang Bina Teknik Dinas Pekerjaan Umum Makassar, Irma Yanti Ishak mengaku pemerintah telah membangun 300 unit tangki septik individual di enam kelurahan Tahun 2023. Di antaranya Kelurahan Bakung, Banta-bantaeng, Mariso, Mannuruki, Panambungan, dan Gaddong.
Tangki septik yang dibangun untuk masyarakat sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang kedap air. Dengan anggaran pokok 2023 sebesar Rp2,5 miliar. Ada dua jenis tangki septik yakni vertikal dan horizontal. Jika, masyarakat tak memiliki lahan maka dibangunkan tangki septik vertikal di dalam rumah.
Ia beralasan, 300 unit tangki septik yang dibangun lantaran pagu anggaran yang minim. Padahal masih banyak masyarakat yang membutuhkannya. Tangki septik yang dibangun ini agar menciptakan lingkungan yang sehat dan aman. Sebab, masih ada masyarakat perilakunya buang air besar sembarangan. Akibatnya bisa mencemari tanah, bahkan air.
“Sebenarnya yang butuh (tangki septik) lebih dari itu,” ujar Irma.
Tahun 2024, pemerintah kota berencana membangun 2009 tangki septik di 21 kelurahan. Ia menargetkan Makassar capai Open Defecation Free (ODF). Artinya sudah tak ada lagi orang buang air besar sembarangan.
Diare Dianggap Biasa
Masyarakat di Kota Makassar masih ada beranggapan anak yang terkena diare adalah hal biasa. Penyebabnya adalah cara mencuci botol susu yang tidak bersih.
“Anakku pernah kena diare tapi itu karena susu, jadi sakit,” ungkap Lidyana. “Ada musimnya anak-anak berak.”
Menurut dia, jika anak-anak yang terkena diare dibawa ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) maka tiga hari sudah sembuh.
Anshariady, Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin mengatakan banyak penyakit yang ditimbulkan akibat sanitasi tak aman termasuk diare. Berbicara sanitasi artinya bagaimana menangani kotoran manusia supaya tidak mencemari lingkungan.
Karena, kalau sudah masuk ke manusia bisa berbahaya. Ada dua penyakit yang kerap menyerang anak bayi, yakni gangguan saluran pencernaan dan pernapasan. “Paling banyak itu adalah diare, 15 persen kaitannya dengan sanitasi,” ujarnya.
Diare dapat menyerang segala usia, termasuk anak usia di bawah lima tahun. Anak-anak dengan personal hygiene yang kurang, kerap menjadi penderita diare kategori kronik.
Di Makassar, masih banyak orang yang buang air besar sembarangan alias belum Open Defecation Free (ODF). Akibatnya banyak manusia yang terpapar penyakit lantaran tidak ditangani dengan baik. Misalnya dibuang dilubang yang dekat sumber air, atau di selokan. Itu bisa kembali masuk ke dalam tubuh manusia, entah lewat lalat atau makanan.
“Itu kan berbahaya,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus membuat kebijakan terkait sanitasi. Masyarakat jangan diberi izin membangun rumah, tanpa tangki septik. Harus dipastikan setiap rumah tangga wajib memiliki fasilitas sanitasi.
“Seperti di luar negeri, masyarakat tak bisa bangun rumah, kalau sanitasinya tidak terhubung ke saluran utama (penyaring kotoran manusia),” katanya.
“Kita di sini ada sanitasi dan tidak, itu tak ada larangan bangun rumah.”
Ia menyebutkan ada tiga komponen yang penting untuk mengurangi diare. Di antaranya ada air bersih, sanitasi, dan kebersihan diri. Semua ini berkesinambungan untuk memutus mata rantai penularan. Pemerintah juga harus memonitor seluruh kelurahan di Makassar, mana paling tinggi orang buang air besar sembarangan. Karena, untuk mencapai kota sehat, harus teridentifikasi semuanya.
Pemerintah Kota Makassar kembali meraih penghargaan ‘Kota Sehat’ dari Kementerian Kesehatan pada November lalu.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Makassar, Tatty Fahyudin mengaku masih ada 21 kelurahan yang tidak memiliki sanitasi layak. Wali Kota pun berkomitmen ingin menuntaskan buang air besar sembarangan. Sehingga, dinas pekerjaan umum menganggarkan untuk pembangunan tangki septik individu sebanyak 2009 unit Tahun 2024.
Sedangkan Tahun 2023, dinas pekerjaan umum telah membangun 300 unit tangki septik individu di enam kelurahan. Di mana masing-masing kelurahan mendapat 50 unit. Dinas kesehatan bertugas mendata rumah dan kepala keluarga yang belum memiliki jamban maupun tangki septik. Selain itu, pihak Puskesmas juga berkoordinasi dengan lurah dan Dinas Pekerjaan Umum mengenai rumah dan kepala keluarga yang akan menjadi sasaran.
“Kita mendukung dalam hal data, sehingga memudahkan dinas PU,” ujar Tatty.
Pelbagai faktor yang memengaruhi masih adanya sanitasi tak aman. Di antaranya faktor ekonomi masyarakat, lahan tidak ada, perilaku hidup bersih dan sehat, serta tingginya arus urbanisasi.
Meskipun, sebagian masyarakat ada yang paham, jika sanitasi tak aman berdampak pada kesehatan. Tetapi, faktor ekonomi dan lahan sempit menyebabkan mereka tidak mampu membangun tangki septik.
“Kami mengajak warga juga supaya mau mengubah perilaku. Jangan biasakan buang air besar sembarangan,” ucapnya.
Menurut dia, jamban tak layak bisa menimbulkan berbagai penyakit. Seperti diare, cacingan, stunting, penyakit kulit, dan typhoid. Namun, belum pernah ia temukan diare disebabkan masyarakat yang tidak mempunyai tangki septik. Selama ini, kasus diare yang ada hanya secara umum.
Liputan ini hasil program fellowship peliputan berbasis sains yang diselenggarakan ISN Lab by Society of Indonesian Science Journalist (SISJ) dan didukung Google News Initiative